Rabu, 26 Mei 2010

ABLASIO RETINA


A. PENGERTIAN
Ablasio adalah pelepasan retina dari lapisan epitelium neurosensoris retina dan lapisan epitelia pigmen retina (Donna D. Ignativicius, 1991).
Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina (P.N Oka, 1993), sedangkan menurut Barbara L. Christensen 1991.
Ablasio Retina juga diartikan sebagai terpisahnya khoroid di daerah posterior mata yang disebabkan oleh lubang pada retina, sehingga mengakibatkan kebocoran cairan, sehingga antara koroid dan retina kekurangan cairan.
Ablasio retina lebih besar kemunkinanya pada orang yang menderita rabun jauh (miopia) dan pada orang yang anggota keluarganya ada yang pernah mengalami ablasio retina. Merupakan penyakit mata gawat darurat, penderita mengeluh ada kabut dilapangan pandangnya secara mendadak seperti selubung hitam. Kalau mengenai makula lutea maka visusnya mundur sekali, bila ditanya mungkin ditemukan gejala ada bintik hitam sebelumnya dan penderita miopia tinggi.


Ablasia retina adalah suatu penyakit dimana lapisan sensorik dari retina lepas. Lepasnya bagian sensorik retina ini biasanya hampir selalu didahului oleh terbentuknya robekan atau lubang didalam retina , lepasnya lapisan saraf retina dari epitelium.Penyakit ini harus dioperasi,penderita tidak boleh terlalu banyak bergerak dan goyang supaya bagian retina yang sudah lepas tidak bertambah lepas lagi.
Ada 2 tipe ablasio retina :
Non rhemathogen retina detachmen :
a. Malignancy hypertensi
b. Choriodal tumor
c. Chorioditis
d. Retinopati
Rhemathogen retina detachmen :
a. Trauma
b. Degenerasi
c. Kelainan vitreus

B. ETIOLOGI
Penyakit ablasio retina dapat pula disebabkan oleh penyakit lain seperti tumor,peradangan hebat,akibat trauma atau sebagai komplikasi dari diabetes. Ablasio retina dapat terjadi secara spontan atau sekunder setelah trauma, akibat adanya robekan pada retina, cairan masuk kebelakang dan mendorong retina (rhematogen) atau terjadi penimbunan eksudat dibawah retina sehingga retina terangkat (non rhegmatogen), atau tarikan jaringan parut pada badan kaca (traksi). Penimbunan eksudat terjadi akibat penyakit koroid, misalnya skleritis, koroiditis, tumor retrobulbar, uveitis dan toksemia gravidarum. Jaringan parut pada badan kaca dapat disebabkan DM, proliferatif, trauma, infeksi atau pasca bedah.
Tanda dan Gejala Ablatio Retina :
• Fotopsia, munculnya kilatan cahaya yang sangat terang di lapang pandang.
• Muncul bintik-bintik hitam yang beterbangan di lapang pandang (floaters)
• Muncul tirai hitam di lapang pandang
• Tidak ditemukan adanya rasa nyeri atau nyeri kepala
C. PATOFISIOLOGI
Pada Ablatio Retina cairan dari vitreus bisa masuk ke ruang sub retina dan bercampur dengan cairan sub retina. Ablatio Retina dapat diklasifikasikan secara alamiah menurut cara terbentuknya:
1. Ablatio Rhegmatogen terjadi setelah terbentuknya tulang atau robekan dalam retina yang menembus sampai badan mata masuk ke ruang sub retina, apabila cairan terkumpul sudah cukup banyak dapat menyebabkan retina terlepas.
2. Ablatio oleh karena tarikan, terjadi saat retina mendorong ke luar dari lapisan epitel oleh ikatan atau sambungan jaringan fibrosa dalam badan kaca.
Ablatio eksudatif, terjadi karena penumpukan cairan dalam ruang retina akibat proses peradangan, gabungan dari penyakit sistemik atau oleh tumor intraocular, jika cairan tetap berkumpul, lapisan sensoris akan terlepas dari lapisan epitel pigmen.

















Pathway
Inflamasi intraokuler/ tumor perubahan dalam viterus

Konsentrasi as. Hidlorunat ber(-)

Peningkatan cairan eksudasi/serosa

Vitreus menjadi makin cair

Vitreus kolaps dan bengkak ke depan

Tarikan retina

Robekan retina

Sel-sel retina dan darah terlepas

Retina terlepas dari epitel berpigmen

Penurunan tajam pandang sentral

Ditandai dengan
• Floater dipersepsikan sebagai titik-titik hitam kecil/ rumah laba-laba
• Bayangan berkembang/ tirai bergerak dilapangan padang








D.MANIFESTASI KLINIK
Tabir yang menutupi penglihatan dan seperti melihat pijaran api, penglihatan menurun secara bertahap sesuai dengan daerah yang terkena, bila makula yang terkena maka daerah sentral yang terganggu.

E.PENATALAKSANAAN
Menghindari robekan lebih lanjut dengan memperhatikan penyebabnya, seperti :Foto koagulasi laser, krioterapi,retinopexy pneumatic, bila terjadi akibat jaringan parut dilaku kan vitrektomi, scleral buckling atau injeksi gas intraokuler.
UsahaPre-operatif :
Sedikitnya 5 – 7 hari sebelum operasi, penderita sudah harus masuk rumah sakit, harus tirah baring sempurna (Bedrest total). Kepala dan mata tidak boleh digerakan, mata harus di tutup segera, segala keperluan pen-derita dibantu. Kedua mata ditetesi midriatik sikloplegik seperti: Atropin tetes 1 % jangan menggunakan obat-obat mata dalam bentuk salep mata karena akan menghalangi jalannya operasi (kornea akan keruh akibat salep). Persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi katarak, operasi ablasio retina mengguna kan anestesi umum tetapi bila menggunakan anestesi lokal maka 1 jam sebelum operasi diberikan luminal (100 mg) atau largactil (100 mg) IM, kemudian ½ jam sesudahnya diberi pethidine (50 mg) dan phenergan (25 mg) IM.
UsahaPost-operatif :
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perawatan adalah posisi kepala, per-gerakan mata, obat-obat, lamanya mobilisasi dan pemeriksaan lanjutan (follow –up). Posisi kepala dan badan, arah miringnya kepala, tergantung posisi/keadaan sewaktu operasi yaitu kearah mana punksi cairan subretina dilakukan. Pada robekan yang sangat besar, posisi kepala dan badan dipertahankan sedikitnya 12 hari. Pergerakan mata, bila operasi dilakukan dengan kombinasi cryo atau diathermi koagulasi dengan suatu implant atau scleral buckling, maka kedua mata ditutup selama 48 – 72 jam sedang badan boleh bergerak untuk mencegah pergerakan matanya. Bila hanya menggunakan cryo atau diathermi saja mata ditutup selama 48 jam samapai cairan subretina diabsobsi. Bila robekan belum semua tertutup, maka kedua mata harus ditutup selama 12 – 14 hari, retina menempel kembali dengan kuat pada akhir minggu ketiga setelah operasi, karena itu selama periode 3 minggu itu diberikan instruksi sebagai berikut :
- Jangan membaca.
- Melihat televisi hanya boleh dari jarak 3 meter.
- Mata diusahakan untuk melihat lurus kedepan, bila berkendaran hendaknya mata ditutup.
Obat–obat:
Selama 24 jam post-operasi diberikan obat anti nyeri (analgesik) 3 X 500 mg, bila mual muntah berikan obat anti muntah. Sesudah 24 jam tidak perlu diberikan obat-obat, kecuali bila merasa sakit. Penggantian balut dilakukan setelah 24 jam, saat itu mata ditetesi dengan Atropin tetes steril 1 %. Bila kelopak mata bengkak, diberikan Kortikosteroid lokal disertai babat tindih (druk verban) dan kompres dingin.


















ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN

a. Data Subyektif
• Pasien mengeluh tiba-tiba melihat kilatan cahaya terang dan bintik-bintik hitam yang beterbangan di ruang pandang.
• Pasien mengeluh melihat tirai yang menutupi lapang pandang.
• Pasien menyatkan takut dan cemas karena kehilangan fungsi penglihatan secara tiba-tiba.
b. Data Obyektif
• Dengan pemeriksaan ophtalmoskop indirek terlihat gambaran gelembung abu-abu atau lipatan-lipatan pada retina yang bergetar dan bergerak
• Aktifitas pasien terbatas
• Mata pasien tertutup dengan gaas
• Pasien mendapat obat tetes mata midryatil
• Wajah pasien tampak tegang dan cemas
• Pada pemeriksaan visus : OD 1/4 Os 2/60

Fokus pengkajian
• Klien mengeluh ada bayangan hitam bergerak.
• Gangguan lapang pandang.
• Melihat benda bergerak seperti tirai.
• Bila mengenai macula visus sentral sangat menurun
• Terjadi secara tiba-tiba/ perlahan-lahan
• Pemeriksaan funduskopi, blade, tear, hole
• Diperlukan tindakan pembedahan/ operasi.



Pemeriksaan Penunjang pada Ablatio Retina:

Pada pemeriksaan Funduskopi terlihat retina yang terangkat berwarna pucat dan adanya retina yang berwarna merah, sering ditemukan pada daerah temporal superior. Bila bola mata bergerak terlihat robekan retina bergoyang, terdapat defek aferen pupil tekanan bola mata rendah. Bila tekanan bila mata meningkat maka terjadi glaukoma neomuskular pada Ablasi yang lama.
• Pemeriksaan visus
• Ophtalmoskop indirek
• USG mata
• Campur Visi

1. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan pre-operasi yang mungkin terjadi
a. Perubahan persepsi sensori melihat berhubungan dengan efek dari lepasnya saraf sensori dari retina.
Tujuan:
Tidak terjadi kehilangan penglihatan yang berlanjut.
Kriteria:
• Klien memahami pentingnya perawatan yang intensif/ bedrest total.
• Klien mampu menjelaskan resiko yang akan terjadi sehubungan dengan penyakitnya.
Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Anjurkan klien untuk bedrest total Agar lapisan saraf yang terlepas tidak bertambah parah.
Berikan penjelasan tujuan bedrest total Agar klien mematuhi dan mengerti maksud pemberian/ perlakuan bedrest total.
INTERVENSI RASIONAL
Hindari pergerakan yang mendadak, menghentakkan kepala, menyisir, batuk, bersin, muntah. Mencegah bertambah parahnyalapisan saraf retina yang terlepas.
Jaga kebersihan mata Mencegah terjadinya infeksi, agar mempeermudah pemeriksaan dan tindakan operasi.
Berikan obat tetes mata midriatik- sikloplegikdan obat oral sesuai anjuran dokter. Diharapkan dengan pemberian obat-obat tersebut kondisi penglihatan dapat dipertahankan/ dicegah agar tidak menjadi parah.

b. Ansietas yang berhubungan dengan ancaman kehilangan penglihatan
Tujuan;
Kecemasan berkurang.
Kriteria hasil:
• Klien mampu menggambarkan ansietas dan pola kopingnya.
• Klien mengerti tentang tujuan perawatan yang diberikan/ dilakukan.
• Klien memahami tujuan operasi, pelaksanaan ooperasi, pasca operasi, prognosisnya (bila dilakukan operasi).
Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tingkat ansietas: ringan, sedang, berat, panik. Untuk mengetahui sampai sejauh mana tingkat kecemasan klien sehingga memudahkan penanganan/ pemberian askep selanjutnya.
Bnerikan kenyamanan dan ketentraman hati. Agar klien tidak terlalu memikirkan penyakitnya.
Berikan penjelasan mengenai prosedur perawatan, perjalanan penyakit, dan prognosisnya. Agar klien mengetahui/ memahami bahwa ia benar sakit dan perlu dirawat.
INTERVENSI RASIONAL
Berikan/ tempatkan alat pemanggil yang mudah dijangkau oleh klien. Agar klien merasa aman dan terlindungi saat memeerlukan bantuan.
Gali intervensi yang dapat menurunkan ansietas. Untuk mengetahui cara mana yang efektif untuk menurunkan/ mengurangi ansietas.
Berikan aktivitas yang dapat menurunkan kecemasan/ ketegangan. Agar klien dengan senang hati melakukan aktivitas karena sesuai dengan keinginannya dan tidak bertentangan dengan program perawatan.

c. Resiko terhadapketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang aktivitas yang diperbolehkan dan yang dibatasi, obat-obatan, komplikasi, dan perawatan tindak lanjut.
Tujuan:
Klien mampu berintegrasi dengan program terapeutik yang direncanakan/ dilakukan untuk pengobatan, akibat dari penyakit dan penurunan situasi beresiko (tidak aman, polusi).
Kriteria hasil:
• Klien mengungkapkan ansietas berkurang tentang ketakutan karena ketidaktahuan, kehilangan kontrol atau kesalahan persepsi.
• Menggambarkan proses penyakit, penyebab, dan factor penunjang pada gejala dan aturan untuk penyakit atau kontrol gejala.
• Mengungkapkan maksud/ tujuan untuk melakukan perilaku kesehatan yang diperlukan dan keinginan untuk pulih dari penyakit dan penjegahan kekambuhan atau komplikasi.




Rencana tindakan:
INTERVENSI RASIONAL
Identifikasi faktor-faktor penyebab yang menghalangi penata laksanaan program terapeutik yang efektif. Agar diketahui penyebab yang menghalangi sehingga dapat segera diatasi sesuai prioritas.
Bangun rasa percaya diri. Agar klien mampu melakukan aktifitas sendiri/ dengan bantuan orang lain tanpa mengganggu program perawatan.
Tingkatkan rasa percaya diri dan kemampuan diri klien yang positif. Agar klien mampu dan mau melakukan/ melaksanakan program perawatan yang dianjurkan tanpa mengurangi peran sertanya dalam pengobatan/ perawatan dirinya.
Jelaskan dan bicarakan; proses penyakit, aturan pengobatan/ perawatan, efek samping prognosis penyakitnya. Klien mengerti dan menyadari bahwa penyakitnya memerlukan suatu tindakan dan perlakuan yang tidak menyenangkan.















DAFTAR PUSTAKA

http://knol.google.com/k/mohammad-andito/ablasio-ablatio-retina/mkhc7n3ejyzc/2#

http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/05/asuhan-keperawatan-pasien-dengan.html

http://medicastore.com/penyakit/984/Ablasio_Retina.html

http://myflazer.blogspot.com/2009/03/ablasio-retina.html

http://masternursing.blogspot.com/2009/07/normal-0-false-false-false_1477.html

Wibowo Daniel S.2005.ANATOMI TUBUH MANUSIA.Jakarta:Grasindo

http://www.rsmyap.com/content/view/15/29/

Tidak ada komentar: