Kamis, 31 Maret 2011

IHD (Ischaemic Heart Disease)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN IHD (Ischaemic Heart Disease)


LAPORAN PENDAHULUAN IHD (Ischaemic Heart Disease)

A. Pengertian IHD (Ischaemic Heart Disease)
Yaitu penyakit jantung iskemik, keadaan berkurangnya pasokan darah pada otot jantung yang menyebabkan nyeri di bagian tengah dada dengan intensitas yang beragam dan dapat menjalar ke lengan serta rahang. Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena plak ateromatosa. Jika pengobatan dengan obat-obatan vasodilator tidak berhasil, operasi bypass perlu dipertimbangkan.
Penyakit jantung iskemik adalah keadaan berbagai etiologi, yang semua mempunyai kesamaan ketidakseimbangan antara suplai dan tuntutan oksigen (Andrew Selwyn/Wugene Braunwald, 2002).

B. Anatomi Jantung
Jantung terletak dalam mediastinum di rongga dada, yaitu diantara ke-2 paru-paru. Pericardium yang meliputi jantung terdiri dari 2 lapisan, lapisan dalam (pericardium viseralis) dan lapisan luar pericardium parietalis). Kedua lapisan ini dipisahkan oleh sedikit cairan pelumas yang berfungsi mengurangi gesekan pada pompa jantung.
Jantung terdiri dari 3 lapisan: lapisan luar disebut epikardium lapisan tengah merupakan lapisan otot disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel disebut endokardium.
Ruang jantung bagian atas, atrium, secara anatomi terpisah dari ruangan jantung sebelah bawah, atau ventrikel, oleh suatu anulus fibrosus. Ke-4 katub jantung terletak dalam cicin ini. Secara fungsional jantung dibagi menjadi alat pompa kanan dan kiri. Pembagian fungsi ini mempermudah konseptualisasi dari urutan aliran darah secara anatomi: vena cava, atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis, paru-paru, vena pulmonalis, atrium kiri, ventrikel kiri, aorta, arteria, arteriola, kapiler, venula, vena, vena kava.
Sebenarnya jantung memutar kekiri dengan apeks terangkat ke depan. Rotasi ini menempatkan bagian kanan jantung ke anterior di bawah sternum, dan bagian kiri jantung relatif ke posterior. Apeks jantung dapat dipalpasi di garis midclavicula pada ruang intercostals ke-4 atau ke-5.

C. Etiologi / Faktor Rejiko
Penyebab terbanyak iskamik jantung adalah berkurangnya pemasukan darah pada otot jantung yang disebabkan karena penyumbatan oleh thrombus pada arteria koronaria yang berpenyakit didaerah dekat plak aterosklerotik. Untuk contoh faktor resiko major IHD di Amerika adalah: peningkatan serum cholesterol dan hipertensi.
1. Faktor-faktor yang tak dapat dimodifikasi
a. Umur  paling banyak terjadi pada usia 65 tahun ke atas
b. Jenis kelamin  wanita lebih berpotensi karena dipandang dari faktor. Stress: peningkatan TD dan penggunaan obat KB.
c. Herediter
d. Ras
2. Faktor-faktor yang dapat dimodifikasi
a. Peningkatan serum lemak
b. Hipertensi
c. Merokok
d. Obesitas
e. Peningkatan serum kolesterol
f. Stress dalam kehidupan sehari-hari
g. Kurang olah raga
h. diabetes mellitus

D. Patofisiologi
Iskemik jantung terjadi karena permintaan oksigen jantung melebihi kemampuan arteri koronaria karena atherosclerosis. Meskipun muskulus skeletal hanya menyaring 20% dari oksigen yang tersedia dan mempertahankan cadangan, myocardium saat istirahat dapat menyaring 60% sampai 85% dari oksigen yang tersedia. Jika kebutuhan oksigen jantung tidak terpenuhi dari penyaringan maksimum, aliran darah coronaria akan meningkat melalui vasodilatasi dan peningkatan aliran rata-rata.
Pada seseorang dengan penyakit arteri coronaria (CAD) arteri koronarianya tidak mampu untuk berdilatasi untuk meningkatkan kebutuhan metabolismenya karena sudah terjadi dilatasi kronis yang melewati area yang mengalami obstruksi. Pada iskhemik atherosclerosis dapat terjadi, arteri biasanya 75% mengalami stenosis. Ditambah juga, penyakit jantung dapat menambah kesulitan aliran darah rata-rata. Ini menimbulkan kekurangan oksigen. Disamping stenosis atheroclerosis, kekurangan oksigen disebabkan karena spasme artery coronaria dan trombosis coronaria. Pada spasme artery coronaria sesak nafas dapat terjadi karena penyempitan dari arteri coronaria. Durasi dari spasme dibedakan menjadi,apakah micardium akan mengalami iskemik apa tidak.
Faktor lain yang bertanggung jawab untuk menggambarkan kebutuhan oksigen miokardial dan rendahnya pemasukan suplay oksigen, rendahnya volume darah adalah: obat-obat yang menyebabkan vasokontriksi dan aorta stenosis. Stimulasi catecholamine yang berlebihan, anemia, oxygen-hemoglobin yang tidak teratur, dan penyakit paru kronis dapat juga menyebabkan iskemik jantung.
Ventrikel kiri paling mungkin terjadi iskemik dan injury karena dia yang memenuhi permintaan oksigen miokardia paling tinggi dan yang memiliki tekanan sistem yang lebih tinggi. Iskemik menyebabkan ketidak fungsian LV secara sementara dalam peningkatan tekanan diastole LV. Ischemik juga menyebabkan peningkatan tekanan arteri pulmonary dan peningkatan tekanan jantung kanan.

E. Tanda dan Gejala
1. Tanda-tanda gangguan hemodinamik dan bendungan paru
2. Syok kardiogenik ditandai:
a. Hipotensi
b. Akral dingin
c. Bingung
d. Meningkatnya tekanan vena jugularis
e. Terdengar S3 / S4
f. Bising jantung sistolik  adanya regurgitasi mitral atau defek septum ventrikel.
3. Nyeri mirip pada angina tetapi lebih lama tidak berkurang dengan istirahat ataupun dengan obat.
4. Rasa luar
5. Banyak keringat dingin
6. Berdebar-debar
7. Sesak nafas
8. Mual dan muntah

F. Faktor Pemercepat
Faktor yang dapat mempercepat iskemik jantung dan nyeri angina adalah:
1. Olah raga dengan penggunaan peningkatan HR
Meningkatnya HR mengurangi waktu jantung mengeluarkan diastole yang merupakan waktu aliran darah coronaria yang paling besar. Berjalan diluar ruangan adalah yang paling sering terjadi mempercepat terjadinya serangan.
2. Emosi tinggi
Emosi yang tinggi menanggung sistem saraf simpatis dan meningkatkan kerja jantung.
3. Mengkonsumsi makanan yang sulit untuk dicerna
Ini akan dapat meningkatkan kerja jantung, selama proses perencanaan darah di alirkan ke sistem GI ini yang menyebabkan aliran darah di arteri coronaria menjadi rendah.
4. Suhu yang ekstrem tidak panas atupun dingin meningkatkan kerja dari jantung. Udara yang dingin menyebabkan peningkatan metabolisme untuk mempertahankan pengaturan suhu dalam tubuh.
5. Merokok cigarette menyebabkan vasokontriksi dan peningkatan Hb karena stimulasi nicotine dari catecholamine.
6. Kegiatan sexual meningkatkan kerja dari jantung dan pengaturan simpatik pada seorang yang iskhemik jantung, kerja dari jantung menjadi extra yang dapat mengakibatkan angina.
7. Obat perangsang seperti cocaine menyebabkan peningkatan HR dan permintaan oksigen dijantung menjadi meningkat.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah
a. Leukosit: meningkat (12.000 – 15.000 m3) merupakan reaksi non spesifik tehadap injury miokard. Tingginya leukosit sering diasosiasikan dengan luasnya infark.
b. Laju endap darah (LED) meningkat minggu pertama sesudah infark
c. Enzim serum/isoenzim meningkat pada waktu yang bervariasi
• (CPK-creatinin phosphokinase, SGOT, LPH-lactio dehidrogenase)
Tidak khas pada jantung karena juga terdapat pada organ lain terjadinya infark miokard dimana sel-sel kardial mati, maka komponen sel lepas ke dalam sirkulasi vaskuler.
• CPK-MB-naik dalam 4-6 jam, puncaknya 12-20 jam, kembali kenormal dalam 36-48 jam.
• LDH-naik dalam 12-24 jam, puncak 24-48 jam, memakan waktu 10-14 hari untuk kembali normal.
• AST (aspartabe amino tranferase) naik (non spesifik) 6-12 jam, puncak 24 jam. Kembali normal dalam 3-4 hari.
d. HBDH meningkat
e. Isoenzim yang lebih spesifik tioponin-T
2. Scanning dengan radiosotop dengan technetium 99 mm pyrophospate (biasanya berkumpul di daerah sel-sel iskemik yang melapisi nekrosis)
3. ventrikulografi: untuk melihat gangguan kontraksi miokard
4. Ekokardiografi dilakukan untuk memastikan dimensi ruang jantung pergerakan septum/dinding, dan konfigurasi/fungsi katus jantung.
5. EKG-dibuat secara seri atau perhari selama di iccu
a. Elevasi segmen ST pada daerah injury
b. ST depresi, T inverted pada daerah iskemik
c. Q wave pada daerah nekrose

H. Komplikasi
1. Aritmia sering timbul 24 jam pertama
a. Aritmia ventrikuler : PVC/VES premature ventricle contraction/ entricle extra systole
PVC/VES sering timbul pada iskemik jantung dan sering mendahului
VT (ventricle cachicardia) atau VF (ventricle fibrillation)
b. Aritmia supraventrikuler
1) Sinus takikardi – sering pada iskemik jantung dan berkaitan dengan adanya gagal jantung. Hipoksemia, nyeri, cemas, febris, hipovolemia atau akibat obat terapi ditujukan pada penyebab dasar.
2) Atrial flutter dan atrial fibrilastion (AF) juga dapat digunakan cardioversi 50-100 joule ataupun obat-obatan.
c. Bradikardia
Gangguan konduksi atrioventrikuler dalam bentuk AV block derajat I, II dan III. AV block dan perlu pemacu jantung sementara.
2. Hipertensi
3. Gangguan hemodinamik : gagal jantung kiri
4. Komplikasi mekanik
a. Perluasan iskemik
b. Regurgitasi mitral
c. Ruptur septum inter ventrikuler
5. iskemia berulang dan infark berulang
6. Komplikasi pericardial
a. Perikarditis akut
b. Oresster syndrome


I. Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya iskemik diakibatkan karena Lumen pembuluh darah jantung biasanya menyempit karena plak ateromatosa.
1. Tujuan pengelolaan segera adalah mengurangi nyeri akibat iskemik, memberikan tambahan O2 dan mengenali serta mengobati komplikasi yang mengancam jiwa seperti hipotens edema paru, dan aritmia ventrikel.
a. Analgesia : kontrol adekuat dan nyeri akan mengurangi konsumsi oksigen dan katekolamin. Analgesia tersebut antara lain:
- Nitrogiliserin
- Morfin sulfat
- meperidin
b. Oksigen : O2 nasal 2-4 liter/m, bila ada gangguan pernafasan bisa dengan masker dan konsentrasi 60-100%.
2. Reperfusi
a. Terapi trombolisa, dapat melarutkan thrombus pada 60-90% pasien sehingga aliran darah koroner pulih. Tetapi ini optimal 4-6 jam setelah keluhan muncul. Obat yang tersedia adalah streptokinase.
b. PTCA (Percontaneous transluminal coronary angioplasky) melebarkan arteri dengan cara memasukkan balon kecil dan meniupnya.
c. Bedah pintas koroner
3. Cara lain mengurangi luasnya infark
Dengan obat kelompok beta bloker, misalnya propanolol, aterol, akan turun pemakaian O2 lewat penurunan nadi, kontraksi dan tekanan darah.
4. Pengobatan dengan antikoagulan dan anti platelet
- Heparin IV atau SC (12.000 IV/12 jam)
- Aspirin diberikan pada waktu rumah sakit dalam jangka panjang
5. Sedative – sering digunakan valium (benzodiazepin)
6. Diet dan bowel care
- Diet lunak 12.300 – 18.000 kalori, rendah garam, rendah kolesterol
- Menghindari minuman terlalu dingin dan terlalu panas
- Berpantang kafein
- Pemberian lasatif untuk pergerakan bowel melunakkan feses
7. semua penderita harus dirawat di ICCU, monitor EKG, pengunjung dibatasi di ICCU selama 2-3 hari, di intermediate 7-10 hari.


PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Data demografi, meliputi:
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
b. Riwayat kesehatan individu dan keluarga
1. Riwayat kesehatan individu secara umum sebelum sakit dan saat sakit sekarang
2. Pertumbuhan dan perkembangan
- Kelainan bawaan
- Pertumbuhan dan perkembangan anak
- Gangguan aktivitas
3. Riwayat penyakit keluarga
c. Diet
Kebiasaan makan berlemak, tinggi karbohidrat menyebabkan peningkatan colesterol dan trigliserida dalam darah yang berperan untuk timbulnya arteri sclerosis.
d. Status sosial ekonomi
- Riwayat pekerjaan
- Status ekonomi
e. Sosial budaya
- Olah raga akan menurunkan venous stasis
- Penggunaan obat
- Perokok  nicotin mengeluarkan cathecolamin yang mempunyai efek pada adrenegik nerve ending saraf simpatis menyebabkan vasokontriksi mempengaruhi HR dan TD meningkat  CO2 akan mengurangi kapasitas O2 yang berada di pembuluh darah mengakibatkan penambahan beban jantung.
f. Psikologis (cemas, takut , konsep diri)

2. NCP
Diagnosa, dan perencanaan
a. Nyeri akut ybd agen injury biologi
Tujuan:
- Klien dapat mencapai level nyaman
- Klien dapat mengontrol nyeri
- Klien dapat menyebutkan penyebab nyeri
Kriteria:
- Klien dapat mencapai level nyaman
Indikator Tidak ada Terbatas Sedang Sering Paling
- Melaporkan secara fisik sehat
- Melaporkan puas dapat mengontrol gejala
- Melaporkan seara psikologis baik
- Melaporkan puas dengan kontrol nyeri

- Klien dapat mengontrol nyeri
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
- Menyebutkan faktor penyebab
- Menyebutkan durasi nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melaporkan gejala nyeri
- Melaporkan nyeri dapat dikontrol

- Klien dapat menyebutkan penyebabkan nyeri
Indikator Tidak ada Terbatas Sedang Sering Paling
- Melaporkan secara fisik sehat
- Melaporkan puas dapat mengontrol gejala
- Melaporkan secara psikologis baik
- Melaporkan puas dengan kontrol nyeri
Intervensi:
1) Manajemen nyeri
- Kaji kualitas nyeri PQRST
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan komuniksi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri klien
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi (bio fedtack, tens, hipnotis, relaksasi, distraksi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Kolaborasi dengan dokter jika ada komplain dan tindakan nyeri tidak berhasil
2) Analgetik administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analagesik tepat waktu terutama saat nyeri, hebat sesuai program
- Cek riwayat alergi
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
- Tentukan pilihan analgesik, tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala
b. Intoleransi aktivitas ybd. Ketidakseimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan
Tujuan:
- Klien dapat toleran terhadap aktifitas
- Klien mampu memenuhi dalam batas normal


Kriteria:
- Klien dapat toleran terhadap aktifitas
Indikator 1 2 3 4 5 Keterangan
- Tekanan adalah setelah aktivitas
- Respirasi setelah aktifitas
- Nadi setelah aktifitas
- Palpitasi

- Klien mampu memenuhi dalam batas normal
Indikator Tergantung Bantuan alat Bantuan sedang Bantuan minimal Mandiri
- Makan
- Berpakaian
- Mandi
- Toileting
- Perawatan mulut
- Ambulasi : jalan

Intervensi:
1) Manajemen energi
- Memonitor intake nutrisi untuk menjamin sumber energi yang adekuat
- Memonitor pola tidur klien
- Bantu klien menentukan jadwal periode istirahat
- Kolaborasi dengan dokter untuk menentukan rencana therapy
2) Manajemen nutrisi
- Anjurkan intake kalori yang cocok dengan tipe tubuh dan gaya hidup
- Anjurkan untuk menambah intake makanan yang mengandung protein, zat gizi dan Vitamin C
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh ybd ketidakmampuan pemasukan atau mencerna makanan yang disebabkan oleh mual muntah.
Tujuan: Klien dapat mencapai status nutrisi normal
Indikator Sangat cukup Cukup Agak cukup Kurang cukup Tidak cukup
- Masukan nutrisi
- Masukan makanan dan minuman
- Energi
- Berat badan

Intervensi:
- Observasi pola makan/nutrisi klien tiap hari
- Berikan makan pada klien sesuai dengan diit nasi TKTP
- Ajarkan pada klien dan keluarga tentang manfaat makan, makanan yang bergizi bagi proses penyembuhan penyakit.
- Berikan terapi dengan pemberian injeksi gastridin per IV.
d. Konstipasi ybd faktor fisi96ologis perubahan pola makan dan makanan dari biasanya karena mual muntah.
Tujuan: klien dapat BAB dengan normal
Kriteria:
Indikator Dapat dicapai Dicapai banyak Sedang Terbatas Tidak dapat
- Klien BAB teratur
- Karakteristik feses normal
- Klien merasakan adanya BAB
- Klien menyatakan kepuasan sudah BAB tidak ada gangguan di usus
- Abdomen tidak ada gangguan

Intervensi:
- Observasi adanya perubahan bentuk abdomen
- Berikan makanan yang baik dengan kemampuan maksimal klien
- Berikan privasi saat BAB.
- Anjurkan klien untuk makan-makanan tinggi serat
- Lakukan enema/irigasi
- Berikan cairan yang adekuat
- Kolaborasi dengan doker untuk pemberian laxatif


DAFAR PUSTAKA

Sharon Mantik Lewis, RN, PHD, Faan, Margaret Mclean Heitemper, RM, PHD, Faan, S Hannon Ruff Direksen, RN, PHD, 2000. Medical Sugical, Nursing. Volume I. Copyright. Bx Mosby.

Isselbacher, Braunwald, Wilson, Martin, Fauci, Kasper, 2002. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume 3. Yogyakarta: EGC.

Nanda 2005-2006

NIC 2005-2006

NOC 2005-2006

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi 4. Jakarta: EGC

Sabtu, 26 Maret 2011

LP TUMOR TULANG
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Benjolan pada seseorang tidak selalu berkonotasi jelek. Bagi wanita, “benjolan di bagian dada” boleh jadi bisa menambah seksi, tetapi jika benjolan itu terdapat pada bagian tubuh yang tak semestinya, tentu harus diwaspadai, jangan-jangan itu merupakan pertanda awal terjadinya tumor tulang. Ada tiga macam tumor tulang yaitu yang bersifat lunak, ganas dan yang memiliki lesi di tulang (berlubangnya struktur karena jaringan akibat cedera atau penyakit). Selain itu ada yang bersifat primer dan skunder. Pada tumor tulang sekunder misalnya, seseorang terkena tumor payudara, kemudian menjalar ke tulang dan selanjutnya menggerogoti tulang tersebut. Kanker tulang ini merupakan kelompok tumor tulang yang ganas.
Keganasan tulang dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu tumor benigna dan maligna. Klasifikasi yang banyak digunakan untuk kedua jenis tumor ini adalah sebagai berikut :
1. Tumor Tulang Benigna
Kondrogenik: Osteokondroma, Kondroma
Osteogenik : Osteoid osteoma, Osteobalstoma, Tumor sel Giant
2. Tumor Tulang Maligna
Kondrogenik : Kondrosarkoma
Osteogenik : Osteosarkoma
Fibrogenik : Fibrosarkoma
Tidak jelas asalnya : Sarcoma Ewing
Menurut Errol untung hutagalung, seorang guru besar dalam Ilmu Bedah Orthopedy Universitas Indonesia, dalam kurun waktu 10 tahun (1995-2004) tercatat 455 kasus tumor tulang yang terdiri dari 327 kasus tumor tulang ganas (72%) dan 128 kasus tumor tulang jinak (28%). Di RSCM jenis tumor tulang osteosarkoma merupakan tumor ganas yang sering didapati yakni 22% dari seluruh jenis tumor tulang dan 31 % dari seluruh tumor tulang ganas. Dari jumlah seluruh kasus tumor tulang 90% kasus datang dalam stadium lanjut. Angka harapan hidup penderita kanker tulang mencapai 60% jika belum terjadi penyebaran ke paru-paru. Sekitar 75% penderita bertahan hidup sampai 5 tahun setelah penyakitnya terdiagnosis. Sayangnya penderita kanker tulang kerap datang dalam keadaan sudah lanjut sehingga penanganannya menjadi lebih sulit. Jika tidak segera ditangani maka tumor dapat menyebar ke organ lain, sementara penyembuhannya sangat menyakitkan karena terkadang memerlukan pembedahan radikal diikuti kemotherapy.

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan dengan tumor tulang secara komprehensif di ruang Seruni RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo.
2. Tujuan khusus
a. Mampu melaksanakan pengkajian menyeluruh pada pasien tumor tulang
b. Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada pasien tumor tulang
c. Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada pasien tumor tulang
d. Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada pasien dengan tumor tulang










TINJAUAN TEORI


A. DEFINISI
Tumor adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif dimana sel-selnya tidak pernah menjadi dewasa. Tumor tulang primer merupakan tumor tulang dimana sel tumornya berasal dari sel-sel yang membentuk jaringan tulang, sedangkan tumor tulang sekunder adalah anak sebar tumor ganas organ non tulang yang bermetastasis ke tulang.
Tumor tulang adalah pertumbuhan sel baru, abnormal, progresif, dimana sel-sel tersebut tidak pernah menjadi dewasa. Dengan istilah lain yang sering digunakan “Tumor Tulang”, yaitu pertumbuhan abnormal pada tulang yang bisa jinak atau ganas.

B. ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya tumor tulang tidak diketahui. Akhir-akhir ini, penelitian menunjukkan bahwa peningkatan suatu zat dalam tubuh yaitu C-Fos dapat meningkatkan kejadian tumor tulang.
Radiasi sinar• radio aktif dosis tinggi
Keturunan•
Beberapa kondisi tulang• yang ada sebelumnya seperti penyakit paget (akibat pajanan radiasi ), (Smeltzer. 2001).

C. KLASIFIKASI
Klasifikasi neoplasma tulang berdasarkan asal sel.
1. Primer
a. Tumor yang membentuk tulang (Osteogenik)
Jinak : - Osteoid Osteoma
Ganas: - Osteosarkoma
- Osteoblastoma
- Parosteal Osteosarkoma, Osteoma
b. Tumor yang membentuk tulang rawan (Kondrogenik)
Jinak : - Kondroblastoma
Ganas : - Kondrosarkoma
- Kondromiksoid Fibroma
- Enkondroma
- Osteokondroma
c. Tumor jaringan ikat (Fibrogenik)
Jinak : - Non Ossifying Fibroma
Ganas : - Fibrosarkoma
d. Tumor sumsum tulang (Myelogenik)
Ganas : - Multiple Myeloma
Sarkoma Ewing
Sarkoma Sel Retikulum
e. Tumor lain-lain
Jinak : - Giant cell tumor
Ganas : - Adamantinoma
- Kordoma
2. Sekunder/Metastatik
3. Neoplasma Simulating Lesions
- Simple bone cyst
- Fibrous dysplasia
- Eosinophilic granuloma
- Brown tumor/hyperparathyroidism
Klasifikasi menurut TNM.
• T. Tumor induk
• TX tumor tidak dapat dicapai
• T0 tidak ditemukan tumor primer
• T1 tumor terbatas dalam periost
• T2 tumor menembus periost
• T3 tumor masuk dalam organ atau struktur sekitar tulang
• N Kelenjar limf regional
• N0 tidak ditemukan tumor di kelenjar limf
• N1 tumor di kelenjar limf regional
• M. Metastasis jauh
• M1 tidak ditemukan metastasis jauh
• M2 ditemukan metastasis jauh

D. FAKTOR RESIKO
Faktor pencetus tumor tulang yaitu factor genetika. Hal ini berdasarkan data dari sejumlah penelitian.

E. PATHOFISIOLOGI
Adanya tumor pada tulang menyebabkan jaringan lunak diinvasi oleh sel tumor. Timbul reaksi dari tulang normal dengan respon osteolitik yaitu proses destruksi atau penghancuran tulang dan respon osteoblastik atau proses pembentukan tulang. Terjadi destruksi tulang lokal.. Pada proses osteoblastik, karena adanya sel tumor maka terjadi penimbunan periosteum tulang yang baru dekat tempat lesi terjadi, sehingga terjadi pertumbuhan tulang yang abortif.
Adanya tumor tulang

Jaringan lunak di invasi oleh tumor

Reaksi tulang normal

Osteolitik (destruksi tulang) Osteoblastik (pembentukan tulang)
destruksi tulang lokal Periosteum tulang yang baru dapat tertimbun dekat tempat lesi

Pertumbuhan tulang yang abortif


F. TANDA DAN GEJALA
1. Nyeri dan/ atau pembengkakan ekstremitas yang terkena (biasanya menjadi semakin parah pada malam hari dan meningkat sesuai dengan progresivitas penyakit)
2. Fraktur patologik
3. Pembengkakan pada atau di atas tulang atau persendian serta pergerakan yang terbatas
(Gale, 1999)
1. Teraba massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
2. Gejala-gejala penyakit metastatik meliputi nyeri dada, batuk, demam, berat badan menurun dan malaise.
(Smeltzer., 2001)

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis didasarkan pada riwayat, pemeriksaan fisik, dan penunjang diagnosis seperti CT, mielogram, asteriografi, MRI, biopsi, dan pemeriksaan biokimia darah dan urine. Pemeriksaan foto toraks dilakukan sebagai prosedur rutin serta untuk follow-up adanya stasis pada paru-paru. Fosfatase alkali biasanya meningkat pada sarkoma osteogenik. Hiperkalsemia terjadi pada kanker tulang metastasis dari payudara, paru, dan ginjal. Gejala hiperkalsemia meliputi kelemahan otot, keletihan, anoreksia, mual, muntah, poliuria, kejang dan koma. Hiperkalsemia harus diidentifikasi dan ditangani segera. Biopsi bedah dilakukan untuk identifikasi histologik. Biopsi harus dilakukan untuk mencegah terjadinya penyebaran dan kekambuhan yang terjadi setelah eksesi tumor., (Rasjad, 2003).











H. PATHWAY

Faktor resiko, keturunan, radiasi, tidak diketahui pasti

Etologi

Tumor tulang


Osteolitik Osteoblastik


Osteoporosis Pembedahan Penambahan massa tulang


Fraktur Nyeri Resiko infeksi Gangguan harga diri


Kerusakan mobilitas fisik Kurang pengetahuan


Sindrom deficit perawatan diri










I. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan medis
Penatalaksanaan tergantung pada tipe dan fase dari tumor tersebut saat didiagnosis. Tujuan penatalaksanaan secara umum meliputi pengangkatan tumor, pencegahan amputasi jika memungkinkan dan pemeliharaan fungsi secara maksimal dari anggota tubuh atau ekstremitas yang sakit. Penatalaksanaan meliputi pembedahan, kemoterapi, radioterapi, atau terapi kombinasi.
Osteosarkoma biasanya ditangani dengan pembedahan dan / atau radiasi dan kemoterapi. Protokol kemoterapi yang digunakan biasanya meliputi adriamycin (doksorubisin) cytoksan dosis tinggi (siklofosfamid) atau metrotexate dosis tinggi (MTX) dengan leukovorin. Agen ini mungkin digunakan secara tersendiri atau dalam kombinasi.
Bila terdapat hiperkalsemia, penanganan meliputi hidrasi dengan pemberian cairan normal intravena, diurelika, mobilisasi dan obat-obatan seperti fosfat, mitramisin, kalsitonin atau kortikosteroid, (Gale, 1999).
2. Tindakan keperawatan
a. Manajemen nyeri
Teknik manajemen nyeri secara psikologik (teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi ) dan farmakologi ( pemberian analgetika ).
b. Mengajarkan mekanisme koping yang efektif
Motivasi klien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan mereka, dan berikan dukungan secara moril serta anjurkan keluarga untuk berkonsultasi ke ahli psikologi atau rohaniawan.
c. Memberikan nutrisi yang adekuat
Berkurangnya nafsu makan, mual, muntah sering terjadi sebagai efek samping kemoterapi dan radiasi, sehingga perlu diberikan nutrisi yang adekuat. Antiemetika dan teknik relaksasi dapat mengurangi reaksi gastrointestinal. Pemberian nutrisi parenteral dapat dilakukan sesuai dengan indikasi dokter.
d. Pendidikan kesehatan
Pasien dan keluarga diberikan pendidikan kesehatan tentang kemungkinan terjadinya komplikasi, program terapi, dan teknik perawatan luka di rumah.
(Smeltzer. 2001)

J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan, proses penyakit, bagaimana keluarga dan pasien mengatasi masalahnya dan bagaimana pasien mengatasi nyeri yang dideritanya. Berikan perhatian khusus pada keluhan misalnya : keletihan, nyeri pada ekstremitas, berkeringat pada malam hari, kurang nafsu makan, sakit kepala, dan malaise.
b. Pemeriksaan fisik
Teraba• massa tulang dan peningkatan suhu kulit di atas massa serta adanya pelebaran vena
Pembengkakan pada atau di atas tulang atau• persendian serta pergerakan yang terbatas
Nyeri tekan / nyeri lokal• pada sisi yang sakit
mungkin hebat atau dangkal
sering hilang dengan posisi flexi
anak berjalan pincang, keterbatasan dalam melakukan aktifitas, tidak mampu menahan objek berat
Kaji status• fungsional pada area yang sakit, tanda-tanda inflamasi, nodus limfe regional
c. Pemeriksaan Diagnostik
Radiografi, tomografi, pemindaian tulang, radisotop, atau biopsi tulang bedah, tomografi paru, tes lain untuk diagnosis banding, aspirasi sumsum tulang (sarkoma ewing).
(Wong, 2003)

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi
2. Koping tidak efektif berhubungan dengan rasa takut tentang ketidak tahuan, persepsi tentang proses penyakit, dan sistem pendukung tidak adekuat
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan status hipermetabolik berkenaan dengan kanker.
4. Gangguan harga diri karena hilangnya bagian tubuh atau perubahan kinerja peran
(Doengesm 1999)
Berduka berhubungan dengan kemungkinan kehilangan alat gerak
(Wong, 2003)

L. RENCANA INTERVENSI
Dx 1
Tujuan: klien mengalami pengurangan nyeri
KH :
Mengikuti aturan farmakologi yang• ditentukan
Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan• aktifitas hiburan sesuai indikasi situasi individu.

Intervensi :
Kaji• status nyeri ( lokasi, frekuensi, durasi, dan intensitas nyeri )
R/ memberikan data dasar untuk menentukan dan mengevaluasi intervensi yang diberikan.
Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktivitas hiburan (• misalnya : musik, televisi )
R/ meningkatkan relaksasi klien.
Ajarkan• teknik manajemen nyeri seperti teknik relaksasi napas dalam, visualisasi, dan bimbingan imajinasi.
R/ meningkatkan relaksasi yang dapat menurunkan rasa nyeri klien
Kolaborasi :
Berikan analgesik• sesuai kebutuhan untuk nyeri.
R/ mengurangi nyeri dan spasme otot
(Doenges, 1999)
Dx 2
Tujuan : Mendemonstrasikan penggunaan mekanisme koping efektif dan partisipasi aktif dalam aturan pengobatan
KH :
Pasien• tampak rileks
Melaporkan berkurangnya ansietas•
Mengungkapkan• perasaan mengenai perubahan yang terjadi pada diri klien
Intervensi :
Motivasi• pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan.
R/ memberikan kesempatan pada pasien untuk mengungkapkan rasa takut serta kesalahan konsep tentang diagnosis
Berikan lingkungan yang nyaman dimana• pasien dan keluarga merasa aman untuk mendiskusikan perasaan atau menolak untuk berbicara.
R/ membina hubungan saling percaya dan membantu pasien untuk merasa diterima dengan kondisi apa adanya
Pertahankan• kontak sering dengan pasien dan bicara dengan menyentuh pasien.
R/ memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri atau ditolak.
Berikan• informasi akurat, konsisten mengenai prognosis.
R/ dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan atau pilihan sesuai realita.
(Doenges, 1999)
Dx 3
Tujuan : mengalami peningkatan asupan nutrisi yang adekuat
KH : penambahan berat badan, bebas tanda malnutrisi, nilai albumin dalam batas normal ( 3,5 – 5,5 g% )
Intervensi :
Catat asupan makanan setiap hari•
R/ mengidentifikasi kekuatan atau defisiensi nutrisi.
Ukur tinggi, berat badan, ketebalan kulit• trisep setiap hari.
R/ mengidentifikasi keadaan malnutrisi protein kalori khususnya bila berat badan dan pengukuran antropometrik kurang dari normal
Berikan diet TKTP dan asupan cairan adekuat.•
R/ memenuhi kebutuhan metabolik jaringan. Asupan cairan adekuat untuk menghilangkan produk sisa.
Kolaborasi :
Pantau hasil pemeriksaan• laboratorium sesuai indikasi.
R/ membantu mengidentifikasi derajat malnutrisi
(Doenges, 1999)
Dx 4
Tujuan : mengungkapan perubahan pemahaman dalam gaya hidup tentang tubuh, perasaan tidak berdaya, putus asa dan tidak mampu.
KH :
Mulai mengembangkan• mekanisme koping untuk menghadapi masalah secara efektif.
Intervensi :
Diskusikan• dengan orang terdekat pengaruh diagnosis dan pengobatan terhadap kehidupan pribadi pasien dan keluarga.
R/ membantu dalam memastikan masalah untuk memulai proses pemecahan masalah.
Motivasi pasien dan• keluarga untuk mengungkapkan perasaan tentang efek kanker atau pengobatan.
R/ membantu dalam pemecahan masalah
Pertahankan• kontak mata selama interaksi dengan pasien dan keluarga dan bicara dengan menyentuh pasien
R/ menunjukkan rasa empati dan menjaga hubungan saling percaya dengan pasien dan keluarga. (Doenges, 1999)
Dx. 5
Tujuan : Keluarga dan klien siap menghadapi kemungkinan kehilangan anggota gerak.
KH : Pasien menyesuaikan diri terhadap kehilangan anggota gerak
Mengalami peninggkatan mobilitas
Intervensi :
Lakukan• pendekatan langsung dengan klien.
R/ meningkatkan rasa percaya dengan klien.
Diskusikan kurangnya alternatif pengobatan.•
R/ memberikan dukungan moril kepada klien untuk menerima pembedahan.
Ajarkan• penggunaan alat bantu seperti kursi roda atau kruk sesegera mungkin sesuai dengan kemampuan pasien.
R/ membantu dalam melakukan mobilitas dan meningkatkan kemandirian pasien.
Motivasi dan libatkan pasien• dalam aktifitas bermain
R/ secara tidak langgsung memberikan latihan mobilisasi
(Wong, 2003)

M. EVALUASI
1. Pasien mampu mengontrol nyeri
a. Melakukan teknik manajemen nyeri,
b. Patuh dalam pemakaian obat yang diresepkan.
c. Tidak mengalami nyeri atau mengalami pengurangan nyeri saat istirahat, selama menjalankan aktifitas hidup sehari-hari
2. Memperlihatkan pola penyelesaian masalah yang efektif.
a. Mengemukakan perasaanya dengan kata-kata
b. Mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
c. Keluarga mampu membuat keputusan tentang pengobatan pasien
3. Masukan nutrisi yang adekuat
a. Mengalami peningkatan berat badan
b. Menghabiskan makanan satu porsi setiap makan
c. Tidak ada tanda – tanda kekurangan nutrisi
4. Memperlihatkan konsep diri yang positif
a. Memperlihatkan kepercayaan diri pada kemampuan yang dimiliki pasien
b. Memperlihatkan penerimaan perubahan citra diri
5. Klien dan keluarga siap intuk menghadapi kemungkinan amputasi




















DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda juall. 2001. Dokumentasi Asuhan Keperawatan Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Doenges, E, Marilyn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan pedoman untuk perencanaan keperawatan pasien. Edisi 3 . Jakarta : EGC.
Gole, Danielle & Jane Chorette. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Otto, Shirley E. 2003. Buku Saku Keperawatan Onkologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia & Loiraine M. Wilson. 1998. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rasjad, Choiruddin. 2003. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makasar : Bintang Lamimpatue.
Sjamjuhidayat & Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.
Smeltzer & Brenda G. bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Vol III. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Wong, Donna. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR CEREBRI






A. PENDAHULUAN
Otak merupakan organ penting bagi kehidupan manusia yang terletak di dalam rongga kranium. Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum (otak kecil), brainstein (batang otak) dan diensefalon. Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh 2 pasang arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, keempat arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willis.
Sebagai bagian dari organ tubuh manusia, otak dapat mengalami gangguan yang dapat diakibatkan karena berbagai penyebab diantaranya tumor. Klien yang menderita tumor otak akan mengalami gejala dan defisit neurologi yang tergantung histologi, tipe, lokasi dan cara pertumbuhan tumor. Diagnosa awal dari tumor sangat penting untuk mencegah kerusakan neurologis secara permanen.
Melihat fenomena di atas, tumor otak merupakan penyakit yang menjadi momok bagi manusia. Orang yang menderita tumor otak sering tidak menyadari bahwa dia terkena tumor otak. Tiba-tiba saja penderita merasakan dan mengalami nyeri kepala, kelainan pada syarafnya, pandangan kabur dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tumor otak beserta keluarganya.
B. TUJUAN
Tujuan penulisan laporan pendahuluan ini adalah:
a. Mengetahui dan mempelajari lebih dalam mengenai tumor otak.
b. Mengetahui tata laksana dan asuhan keperawatan pada klien tumor otak.
c. Memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif dan paripurna kepada klien tumor otak.
KONSEP TEORI

A. Pengertian
1. Tumor cerebri / tumor otak adalah lesi intracranial setempat yang menempati ruang didalam tulang tengkorak (Baughman, Piaree, 2000).
2. Tumor cerebri adalah lesi desak ruang jinak maupun ganas, yang tumbuh di otak, meningen dan tengkorak (Price, Slyvia, 2000).
3. Tumor otak adalah sebuah lesi terletak pada intrakranial yang menempati ruang di dalam tengkorak (Brunner & Suddarth, 2002).
4. Tumor otak adalah neoplasma yang berasal dari sel saraf, neuro epithelium, sel glia, saraf kranial, pembuluh darah, kelenjar pineal, hipofisis (Donna L. Wong, 2002).

B. Klasifikasi
Tumor otak ada bermacam-macam menurut Price, Sylvia Ardeson,2000, yaitu :
1. Glioma adalah tumor jaringan glia (jaringan penunjang dalam system saraf pusat (misalnya euroligis), bertanggung jawab atas kira-kira 40 sampai 50 % tumor otak.
2. Tumor meningen (meningioma) merupakan tumor asal meningen, sel-sel mesofel dan sel-sel jaringan penyambung araknoid dan dura dari paling penting.
3. Tumor hipofisis berasal dari sel-sel kromofob, eosinofil atau basofil dari hipofisis anterior
4. Tumor saraf pendengaran (neurilemoma) merupakan 3 sampai 10 % tumor intrakranial. Tumor ini berasal dari sel schawan selubung saraf.
5. Tumor metastatis adalah lesi-lesi metastasis merupakan kira-kira 5-10 % dari seluruh tumor otak dan dapat berasal dari sembarang tempat primer.
6. Tumor pembuluh darah antara lain :
a. Angioma adalah pembesaran massa pada pembuluh darah abnormal yang didapat didalam atau diluar daerah otak. Tumor ini diderita sejak lahir yang lambat laun membesar.
b. Hemangiomablastoma adalah neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang paling sering dijumpai dalam serebelum
c. Sindrom non hippel-lindan adalah gabungan antara hemagioblastoma serebelum, angiosmatosis retina dan kista ginjal serta pancreas.
Tumor congenital (gangguan perkembangan). Tumor kongenital yang jarang antara lain kondoma, terdiri atas sel-sel yang berasal dari sisa-sisa horokoida embrional dan dijumpai pada dasar tengkorak.

C. Etiologi
Etiologi pasti terjadinya tumor otak belum diketahui, namun menurut beberapa ahli dapat terjadi akibat proses primer dan sekunder.
Primer
1. Gangguan pada otak
2. Gangguan imunologi tubuh
3. Gangguan fungsi hipofisis
4. Virus
5. Toksin
Sekunder: Metastase tumor lain, biasanya tumor paru dan payudara

D. Patofisiologi
Menurut Brunner dan Suddarth 1987, gangguan neurologi pada tumor otak disebabkan oleh 2 faktor yaitu gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan TIK.
1. Gagguan fokal, terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak dan infiltrasi atau invasi langsung pada parekim otak dengan kerusakan jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat (misalnya glioblastama multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan perubahan serebrovaskuler primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron dihubungkan dengan kompresi, invasi dan perubahan suplai darah kejaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
2. Peningkatan TIK dapat diakibatkan oleh bebrapa faktor : bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena ia mengambil tempat dalam ruang yang relatif tetap dari ruangan tengkorak yang kaku. Tumor ganas menyebabkan oedema dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga disebabkan oleh selisih osmotik yang menyebabkan penyeparan cairan tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah-otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial dan kenaikan TIK.
Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan sub araknoid menimbulkan hidrosepalus.
Peningkatan TIK akan membahayakan jiwa bila terjadi cepat akibat salah satu penyebab yang akan telah dibicarakan sebelumnya. Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari atau berbulan-bulan untuk menjadi efektif dan oleh karena itu tidak berguna apabila TIK timbul cepat. Mekanisme kompensasi antara lain : bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intra sel dan mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan herniasi ulkus / serebellum. Herniasi ulkus menekan mensesefalon menyebabkan hilangnya kesadaran saraf otak ketiga. Pada herniasi cerebellum tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medulla oblongata dari henti pernafasan terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi dengan cepat. Perubahan fisiologis lain terjadi akibat peningkatan TIK yang cepat adalah bradikardia progesif, hipertensi sitemik, (pelebaran tekanan nadi) dan gangguan pernafasan.






E. Pathway Keperawatan




















F. Manifestasi Klinis
Menurut Price, Sylvia Ardeson,2000 :
1. Sakit kepala
Sakit kepala merupakan gejala umum yang paling sering dijumpai pada penderita tumor otak. Rasa sakit dapat digambarkan bersifat dalam dan terus menerus, tumpul dan kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini paling hebat pada pagi hari dan lebih menjadi lebih hebat oleh aktivitas yang biasanya meningkatkan TIK seperti membungkuk, batuk, mengejan pada waktu BAB. Nyeri sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada tempat yang sakit.
2. Nausea dan muntah
Terjadi sebagai akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah paling sering terjadi pada anak-anak berhubungan dengan peningkatan TIK diserta pergeseran batang otak. Muntah dapat terjadoi tanpa didahului nausea dan dapat proyektif.
3. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papilla nervioptist. Bila terlihat pada pemeriksaan funduskopi akan mengingatkan pada kenaikan TIK. Seringkali sulit untuk menggunakan tanda ini sebagai diagnosis tumor otak oleh karena pada beberapa individu fundus tidak memperlihatkan edema meskipun TIK tidak amat tinggi. Dalam hubungannya dengan papiledema mungkin terjadi beberapa gangguan penglihatan. Ini termasuk pembesaran bintik buta dan amaurusis fugun (perasaan berkurangnya penglihatan).
4. Gejala fokal
Tanda-tanda dan gejala-gejala tumor otak antara lainnya juga terjadi, tetapi ini lebih cenderung mempunyai nilai melokalisasi :
a. Tumor korteks motorik, memanifestasikan diri dengan menyebabkan gerakan seperti kejang yang terletak pada satu sisi tubuh yang disebut Kejang Jacksonian.
b. Tumor lobus oksipital menimbulkan gejala visual, hemiaropsia humunimus kontralateral (hilangnya penglihatan pada setengah lapang pandang, pada sisi yang berlawanan dari tumor) dan halusinasi penglihatan.
c. Tumor serebelum, menyebabkan pusing, ataksia (kehilangan keseimbangan) atau gaya berjalan yang sempoyongan dengan kecenderungan jatuh ke sisi yang lesi, otot-otot tidak terkoordinasi dan nistagmus (gerakan mata berirama tidak disengaja) biasanya menunjukkan gerakan horizontal.
d. Tumor lobus frontal sering menyebabkan gangguan kepribadian perubahan status emosional dan tingkah laku, dan disintegrasi perilaku mental. Pasien sering menjadi ekstrem yang tidak teratur dan kurang merawat diri dan menggunakan bahasa cabul.
e. Tumor sudut serebroponsin biasanya diawali pada sarung saraf akustik dan member rangkaian gejala yang timbul dengan semua karakteriatik gejala pada tumor otak :
1) Pertama, tinnitus dan kelihatan vertigo, diikuti terjadinya tuli (saraf cranial-8)
2) Berikutnya kesemutan dan rasa gatal pada wajah dan lidah (saraf cranial-5)
3) Selanjutnya, terjadi kelemahan atau paralisis (saraf cranial-7)
4) Akhirnya, karena pembesaran tumor menekan serebelum, mungkin ada abnormalitas pada fungsi motorik.
f. Tumor ventrikel dan hipotalamus mengakibatkan somnolensia, diabetes insipidus, obesitas, dan gangguan pengaturan suhu.
Tumor intrakranial dapat menghasilkan gangguan kepribadian, konfusi, gangguan fungsi bicara dan gangguan gaya berjalan.

G. Komplikasi
Menurut Brunner dan Suddarth 1987, komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Peningkatan TIK dari tumor dalam ruang kranium yang terbatas. Biasanya menimbulkan gejala-gejala neurologis seperti perdarahan dan infeksi. Penggunaan steroid oral akan menurunkan oedema serebral dan mungkin dapat mengontrol gejala tersebut.
2. Adanya lesi yang mengganggu fungsi normal yang dikontrol oleh bagian otak tersebut
3. Pengobatan kemoterapi mungkin memberikan kontribusi pada oedema serebral sementara yang mungkin memerlukan peningkatan pemberian steroid atau obat anti konvulsan. Gejala yang dialami pasien secara langsung diakibatkan dengan lokasi tumor otak.

H. Pemeriksaan Penunjang
1. CT Scan, memberikan informasi spesifik yang menyangkut jumlah ukuran dan kepadatan jejas tumor dan meluasnya tumor serebral sekunder, selain itu alat ini juga member informasi tentang system ventrikuler.

a. b. c.
a.Ct-Scan Tm
b.Head CT Scan menunjukkan 2 buah tumor yang masih tersisa.
c.Bercak putih menunjukkan tumor otak
2. MRI, digunakan untuk menghasilkan deteksi jejas yang kecil, membantu dalam mendeteksi tumor didalam batang otak dan daerah hipofisis.

3. Biopsi stereotaktik bantuan computer (3 dimensi) dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk memberikan dasadasarpengobatan dan informasi prognosis.
4. Angiografi serebral, memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
5. EEG, dapat mendekati gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.
6. Penelitian sitologis pada CSF, untuk mendekati sel-sel ganas, karena tumor-tumor pada system saraf pusat mampu menggusur sel-sel ke dalam cairan serebrospinal.
7. Ventriculogram / Arteriografi, apabila diagnose yang diduga sedemikian rumitnya sehingga pungsi spinal atau pungsi lumbal tidak bias dilakukan karena kontra indikasi peningkatan TIK.

(1) (2)
Gambar 1 : Pencitraan 3D CT scan memberikan gambaran detail struktur anatomi, lesi, tumor.
Gambar2 : Tumor yang terakhir dioperasi dari bagian belakang otak.

I. Penatalaksanaan
Menurut Brunner dan Suddarth 1987 :
1. Pembedahan
Merupakan pilihan pertama bagi pasien dengan tumor otak. Tujuan diagnosis definitive dan memperkecil tumor tersebut. Pengangkatan dari semua tumor menimbulkan defisit neurologis yang berat.
2. Terapi radiasi
a. Radioterapi, untuk mengatasi daerak eksisi dimana lesi metastatic tumor telah diangkat.
b. Kemoterapi, untuk mengatasi kalignasi tumor otak.
Obat-obatan yang digunakan : Nitroseurea, BCNU dan CCNU karena obat ini mampu melewati sawar darah / otak. Selama pemberian obat-obatan ini pasien harus menghindari makanan yang tinggi tiramin (misalnya anggur, yogurt, keju, hati ayam, pisang) dan alcohol, karena pokorbazine menghambat dan melemahkan aktivitas inhibitor monoamine oksidase (MAO). Prokabazine dikaitkan dengan mual dan muntah yang mungkin hilang atau berkurang saat pertama kali atau saat pengobatan sedang dilakukan.
3. Imunoterapi
a. Dengan menggunakan antibody monoclonal yang diciptakan secara khusus untuk menyerang dan menghancurkan sel tumor otal.
b. Interleukin-2 digunakan untuk mengganti lesi-lesi metastatic dari kanker primer ginjal dan melanoma, akan tetapi kemanjurannya masih perlu dibuktikan.
4. Pengobatan penyelidikan
a. BCNU digabungkan dalam bentuk tablet tipis yang mematikan secra biologis untuk ditempatkan pada daerah tumor selama pembedahan kraniotomi.
b. Penempatan kateter arteri dekat dengan tumor. Beri infus manitol untuk perusakan dari barier darah atau otak.
c. Transplantasi sumsum tulang juga sedang digunakan dalan uji klinis untuk penatalaksanaan astrosiloma.















ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN TUMOR CEREBRI

A. Data Fokus Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokus pada bagaimana pasien berfungsi bergerak dan berjalan beradaptasi terhadap kelemahan atau paralisisdan untuk melihat dan kehilangan kemampuan bicara dan adanya kejang.
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Inkoordinasi, hilang keseimbangan (berdiri dengan dasar kaki lebar, jatuh, kesandung, membentuk obyek), kelemahan, kekakuan.
Tanda : Kontrol motorik halus buruk
Hiporefleksia atau hiperfleksia
Tanda babinski positif
Paralisis
2. Sirkulasi
Gejala : Peningkatan tekanan darah
Perubahan frekuensi jantung (bradikardi, takikardi)
3. Integritas Ego
Gejala : Perubahan perilaku, perilaku aneh (bengong, gerakan otomatis).
Tanda : Peka rangsang, cemas, mudah tersinggung, penurunan nafsu makan, gagal tumbuh, keletihan, letargi, koma
4. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia kandung kemih atau mengalami gangguan fungsi.
5. Makanan / Cairan
Gejala : Dengan atau tanpa mual atau makan
Mengalami perubahan / penurunan nafsu makan
Muntah secara progresif, lebih parah dipagi hari muntah (mungkin proyektif)
Muntah hilang dengan bergerak dan mengubah posisi.
6. Neurosensori
Gejala : Defek visual (nistagmus, diplopia, strabismus, episode “graying out”, pada penglihatan, defek lapang pandang).
Tanda : menengadahkan kepala, pembesaran cranial papiledema.
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala kambuhan dan progresif, pada area frontal atau oksipital, biasanya tumpul dan berdenyut memburuk saat bangun berkurang disiang hari, makin berat saat menunduhkan kepala / mengejan (defekasi, batuk, bersin)
Tanda : Menangis, memutar kepala
8. Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas
Penurunan pernapasan
9. Keamanan
Gejala : Edema karena kejang
Tanda : Gangguan penglihatan
Kejang, hipotermi, hipertermi

B. Diagnosa Keperawatan
Pre Op
1. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis
3. Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi
4. Gangguan komunikais verbal berhubungan dengan tumor otak
5. Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan
6. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
Post Op
1. Nyeri berhubungan dengan prosedur bedah
2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan trauma intrakranial
3. Keterlambatan tumbang berhubungan dengan efek dari kecatatan fisik
4. Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op
5. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
6. Cemas berhubungan dengan ancaman kematian

C. Intervensi
Pre operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK
NOC : Perilaku Mengendalikan Nyeri
Tujuan : Klien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima klien
Kriteria hasil :
a. Tidak menunjukkan adanya nyeri atau minimalnya bukti-bukti ketidaknyamanan
b. TIK dalam batas normal
c. Tidak menunjukkan bukti-bukti peningkatan TIK
d. Belajar dan mengimplementasikan strategi koping yang efektif.

Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada

NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (misal lampu ruangan redup, tidak ada kebisingan, tidak ada gerakan tiba-tiba).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan, observasi adanya efek samping.
3. Lakukan strategi sesuai non farmakologi untuk membantu mengatasi nyeri.
4. Gunakan strategi yang dikenal klien atau gambarkan beberapa strategi dan biarkan klien memilih.
5. Libatkan keluarga dalam pemilihan strategi
6. Ajarkan klien untuk menggunakan strategi non farmakologi sebelum terjadi nyeri atau sebelum menjadi lebih berat.


Dx 2 : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan perubahan fungsi neurologis
NOC : Keamanan Sosial
Tujuan : Klien tidak mengalami cedera
Kriteria hasil :
• Bebas dari cedera
• Klien dan keluarga menyetujui aktivitas atau modifikasi aktivitas yang tepat
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Mencegah Jatuh
1. Tekankan pentingnya mematuhi program terapeutik
2. Dampingi klien selama aktivitas yang diijinkan
3. Jaga agar penghalang tempat tidur tetap terpasang
4. Bantu ambulasi dan aktivitas hidup sehari-hari dengan tepat

Dx 3 : Perubahan persepsi sensori visual berhubungan dengan gangguan persepsi, transmisi
NOC : Pengendalian Ansietas
Tujuan : Klien menunjukkan tanda-tanda penyesuaian terhadap defisit sensoris / persepsi
Kriteria hasil :
• Klien menyesuaikan diri pada defisit sensoris / persepsi
• Klien menunjukkan sikap dan rasa aman dalam lingkungan
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengelolaan Lingkungan
1. Berikan lingkungan yang mendorong rasa akrab dan rasa aman
2. Dorong partipasi dalam bermain aktif
3. Diskusikan bersama keluarga pentingnya membatasi lingkungan
Dx 4 : Gangguan komunikais verbal berhubungan dengan tumor otak
NOC : Neurogical Status
Tujuan : Klien menunjukkan komunikasi verbal yang efektif.
Kriteria hasil :
a. Fungsi neurologis
b. TIK dbn
c. Komunikasi
d. TTV dbn
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengelolaan Lingkungan
1. Membantu keluarga dalam memahami pembicaraan
2. Berbicara kepada klien dengan suara yang jelas
3. Menggunakan kata dan kalimat yang singkat
4. Instruksikan klien dan keluarga untuk menggunakan bantuan berbicara
5. Anjurkan klien untuk mengulangi pembicaraannya jika belum jelas
6. Beri pujian positif ketika klien bisa bicara
Dx 5 : Konflik pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang informasi yang relevan
NOC: Decision Making
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan tidak terjadi konflik dalam keluarga.
Kriteria Hasil:
a. Identifikasi informasi yang relevan
b. Identifikasi alternatif
c. Memilih berbagai alternatif
Keterangan skala:
1. Tidak pernah menunjukkan
2. Jarang menunjukkan
3. Kadang menunjukkan
4. Sering menunjukkan
5. Selalu menunjukkan
NIC: Family Support
a. Informasikan kepada keluarga tentang alternatif pilihan atau solusi
b. Bantu keluarga mengidentifikasi keuntungan dan kerugian alternatif lain
c. Tawarkan informasi konsen
d. Bantu keluarga dalam menjelaskan keputusannyapada anggota keluarga yang lain, jika diperlikan
e. Berikan dukungan secara penuh

Dx 6 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan informasi
Tujuan : Keluarganya dapat mengerti / lebih paham mengenai penyakit anaknya dan pengobatannya.
NOC : Knowledge: Proses Penyakit
• Mengidentifikasi keperluan untuk penambahan informasi perawatan anak
• Menjelaskan proses penyakit
• Menjelaskan sebab atau faktor yang mempengaruhi
• Kolaborasi aktif dengan tim kesehatan dalam pengobatan anaknya
Ket: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks

NIC : Pengatahuan Proses Penyakit
1. Identifikasi faktor dalam atau luar untuk menambah / meningkatkan motivasi pengobatan
2. Tentukan hubungan individu dengan latar belakang sosial budaya pada individu, keluarga atau masyarakat mengenai tingkah laku kesehatannya.
3. Hindari menggunakan teknik menakut-nakuti
4. Mengikutsertakan keluarga (bila memungkinkan) dalam melaksanakan pengobatan/ terapi

Post operasi
Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan prosedur bedah
NOC : Tingkat Nyeri
Tujuan : Klien tidak mengalami nyeri, antara lain penurunan nyeri pada tingkat yang dapat diterima
Kriteria hasil :
c. Tidak menunjukkan tanda-tanda nyeri
d. Nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
1. Berikan pereda nyeri dengan manipulasi lingkungan (missal ruangan tenang, batasi pengunkung).
2. Berikan analgesia sesuai ketentuan
3. Cegah adanya gerakan yang mengejutkan seperti membentur tempat tidur
4. Cegah peningkatan TIK

Dx 2 : Resiko tinggi cedera berhubungan dengan trauma intrakranial
NOC : Pengendalian Resiko
Tujuan : Klien mengalami stress minimal pada sisi operasi
Kriteria hasil :
a. Stress minimal pada sisi operasi
b. Klien tetap pada posisi yang diinginkan
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Positioning
1. Konsul dengan ahli bedah mengenai pemberian posisi, termasuk derajat fleksi leher.
2. Posisikan klien datar dan mirirng, bukan terlentang atau tinggikan kepala
3. Balikkan klien dengan hati-hati
4. Hindari posisi trendelenburg

Dx 3 : Keterlambatan tumbang berhubungan dengan efek dari kecatatan fisik
NOC : Physical Aging Status
Tujuan : Klien mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal sesuai usianya.
Kriteria hasil :
a. Rata-rata berat badan
b. Cardiat out put
c. Elastisitas kulit
d. Kekuatan otot
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Tingan
5. Tidak ada
NIC : Developmental Enhancement
1. Bina hubungan saling percaya dengan anak
2. Demonstrasikan aktivitas yang meningkatkan perkembangan anak sesuai dengan umurnya (contoh bermain icik-icik)
3. Bantu anak belajar ketrampilan
4. Bina kesempatan untuk mendukung latihan aktivitas motorik/verbal klien
5. Berikan reinforcement positif

Dx 4 : Resiko infeksi berhubungan dengan luka post op
NOC : Pengenalian Resiko
Tujuan : Klien tidak mengalami infeksi atau tidak terdapat tanda-tanda infeksi pada klien.
Kriteria hasil :
Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Pengendalian Infeksi
1. Pantau tanda / gejala infeksi
2. Rawat luka op dengan teknik steril
3. Memelihara teknik isolasi, batasi jumlah pengunjung
4. Ganti peralatan perawatan pasien sesuai dengan protap

Dx 5 : Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
NOC : Fluid balance
Tujuan : Klien tidak mengalami dehidrasi atau cairan tubuh klien adekuat.
Kriteria hasil :
a. Kulit dan membran mukosa lembab
b. Tidak terjadi demam, TTV normal
Skala : 1. Tidak pernah
2. Jarang
3. Kadang-kadang
4. Sering
5. Konsisten
NIC : Manajemen cairan
1. Monitor BB tiap hari
2. Catat intake dan output
3. Monitor status hidrasi seperti membran mukosa, nadi, tekanan darah dengan cepat.
4. Monitor status nutrisi
5. Beri cairan yang sesuai dengan terapi
6. Anjurkan pada keluarga untuk memberikan banyak minum

Dx 6 : Cemas berhubungan dengan ancaman kematian
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kecemasan hilang atau berkurang.
Kriteria hasil :
a. Monitor intensitas kecemasan
b. Rencanakan strategi koping untuk mengurangi stress
c. Gunakan teknik relaksasi untuk mengurangi kecemasan
d. Kondisikan lingkungan nyaman
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Enhancement Coping
1. Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatment dan prognosis
2. Tetap dampingi kien untuk menjaga keselamatan klien dan mengurangi
3. Instruksikan klien untuk melakukan ternik relaksasi
4. Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan ansietas.






DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth.2001. Buku Ajar Keperawatan medical Bedah Edisi 8 Volume 2.Jakarta : EGC.
Carpenito, L.J.1997.Buku Saku Keperawatan Edisi 6 ALih Bahasa Monica Ester.Jakarta : EGC.
Donna, L.Wong.2002.Keperawatan Pediatrik.Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2000.Kapita selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Marilynn E.Doengoes. 2002.Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien.Jakarta : EGC.
Mc. Closkey,Joanne C.1996.IOWA Intervention Project nursing Intervention Clasification (NIC) Edisi 2. Wesline Industrial Drive, St. Louis : Mosby.
Santosa, Budi.2005.Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006 Definisi dan Klasifikasi.Yogyakarta : Prima Medika.
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.hjmi.net/Pustaka/Ilmiah/CPA%2520tumor-Permasalahan serta Penanggulangan Tumor Otak dan Sumsum Tulang Belakang/Prof. dr. H. Adril Arsyad Hakim, Sp S, Sp BS (K).com (diakses pada tanggal 18 Juni 2008)
http://images.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.beritaiptek.com/images/agussyaraf2.JPG&imgrefurl=http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2007-11-03-Teknologi-sistem-informasi-dapat-membantu-operasi-bedah-saraf. (diakses pada tanggal 28 September 2009)
LAPORAN PENDAHULUAN TONSILITIS





A. Latar Belakang
Tonsil atau yang lebih sering dikenal dengan amandel adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat dengan kriptus didalamnya, bagian organ tubuh yang berbentuk bulat lonjong melekat pada kanan dan kiri tenggorok. Terdapat 3 macam tonsil yaitu tonsil faringal (adenoid), tonsil palatina, dan tonsil faringal yang membentuk lingkaran yang disebut cincin Waldeyer. Tonsil terletak dalam sinus tonsilaris diantara kedua pilar fausium dan berasal dari invaginasi hipoblas di tempat ini.
Tonsillitis sendiri adalah inflamasi pada tonsila palatine yang disebabkan oleh infeki virus atau bakteri. Saat bakteri dan virus masuk ke dalam tubuh melalui hidung atau mulut, tonsil berfungsi sebagai filter/ penyaring menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut dengan sel-sel darah putih. Hal ini akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk membentuk antibody terhadap infeksi yang akan datang. Tetapi bila tonsil sudah tidak dapat menahan infeksi dari bakteri atau virus tersebut maka akan timbul tonsillitis. Dalam beberapa kasus ditemukan 3 macam tonsillitis, yaitu tonsillitis akut, tonsillitis membranosa, dan tonsillitis kronis. Oleh karena itu penting bagi perawat untuk mempelajari patofisiologi, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan asuhan keperawatan yang komprehensif pada klien tonsilitis beserta keluarganya.
B. Tujuan
Tujuan Umum
Mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat secara nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan tonsilitis secara komprehensif di ruang Kenanga RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Tujuan khusus
Mampu melaksanakan pengkajian secara menyeluruh pada klien tonsilitis
Mampu menganalisa dan menentukan masalah keperawatan pada klien tonsilitis
Mampu melakukan intervensi dan implementasi untuk mengatasi masalah keperawatan yang timbul pada klien tonsilitis
Mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan pada klien dengan tonsilitis
KONSEP DASAR TONSILITIS
Pengertian
Tonsilitis adalah suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri berlangsung sekitar lima hari dengan disertai disfagia dan demam (Megantara, Imam, 2006).
Tonsilitis akut adalah radang akut yang disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemolyticus, streptococcus viridons dan streptococcus pygenes, dapat juga disebabkan oleh virus (Mansjoer, A. 2000).
Tonsilitis kronik merupakan hasil dari serangan tonsillitis akut yang berulang.
Tonsil tidak mampu untuk mengalami resolusi lengkap dari suatu serangan akut kripta mempertahankan bahan purulenta dan kelenjar regional tetap membesar akhirnya tonsil memperlihatkan pembesaran permanen dan gambaran karet busa, bentuk jaringan fibrosa, mencegah pelepasan bahan infeksi (Sacharin, R.M. 1993).
Tonsilitis adalah radang yang disebabkan oleh infeksi bakteri kelompok A streptococcus beta hemolitik, namun dapat juga disebabkan oleh bakteri jenis lain atau oleh infeksi virus (Hembing, 2004).
Tonsilitis adalah suatu peradangan pada hasil tonsil (amandel), yang sangat sering ditemukan, terutama pada anak-anak (Firman sriyono, 2006, 2006).
Tonsilitis adalah inflamasi dari tonsil yang disebabkan oleh infeksi (Harnawatiaj, 2006).
Klasifikasi
Macam-macam tonsillitis menurut Imam Megantara (2006)
Tonsillitis akut
Disebabkan oleh streptococcus pada hemoliticus, streptococcus viridians, dan streptococcus piogynes, dapat juga disebabkan oleh virus.
Tonsilitis falikularis
Tonsil membengkak dan hiperemis, permukaannya diliputi eksudat diliputi bercak putih yang mengisi kipti tonsil yang disebut detritus.
Detritus ini terdapat leukosit, epitel yang terlepas akibat peradangan dan sisa-sisa makanan yang tersangkut.
Tonsilitis Lakunaris
Bila bercak yang berdekatan bersatu dan mengisi lacuna (lekuk-lekuk) permukaan tonsil.
Tonsilitis Membranosa (Septis Sore Throat)
Bila eksudat yang menutupi permukaan tonsil yang membengkak tersebut menyerupai membran. Membran ini biasanya mudah diangkat atau dibuang dan berwarna putih kekuning-kuningan.
Tonsilitis Kronik
Tonsillitis yang berluang, faktor predisposisi : rangsangan kronik (rokok, makanan) pengaruh cuaca, pengobatan radang akut yang tidak adekuat dan hygiene mulut yang buruk.
Etiologi
Menurut Adams George (1999), tonsilitis bakterialis supuralis akut paling sering disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A.
Pneumococcus
Staphilococcus
Haemalphilus influenza
Kadang streptococcus non hemoliticus atau streptococcus viridens.
Menurut Iskandar N (1993). Bakteri merupakan penyebab pada 50 % kasus.
Streptococcus B hemoliticus grup A
Streptococcus viridens
Streptococcus pyogenes
Staphilococcus
Pneumococcus
Virus
Adenovirus
ECHO
Virus influenza serta herpes
Menurut Firman S (2006), penyebabnya adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus. Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsillitis.
Patofisiologi
Menurut Iskandar N (1993), patofisiologi tonsillitis yaitu :
Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris.
Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu (Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
Pathway Keperawatan
Kuman, Streptoccocus Beta Hemoliticus group A
Rangsangan kronik (rokok, makanan, pengobatan yang tidak adekuat, hygiene mulut yang buruk
Sterpococcus viridians
Sterpococcus pygenes
Staphylococcus
Pneumococcus
Infeksi radang berulang
Menginfiltrasi lapisan epitel
Droplet Infection
Lapisan epitel terkikis
Reaksi jaringan
Limfoid Superfisialis
Pembendungan radang dengan Infiltrasi leukosit polimorfonuklear
Pembentukan Detritus
Kerusakan Menelan
Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Tonsilitis Folokularis
Detritus melebar
Detritus berdekatan menjadi satu
Tonsil bengkak dan Hiperemis
Nyeri akut paska Bedah
Tonsilitis membranosa
Tonsilitis Lakunaris
Cemas
Resiko Tinggi Infeksi
Tonsilektomi
Reaksi Sistemik
Hipertermi
Kurang Pengetahuan
Nyeri akut
Menyebar melalui :
Hematogen dan Limfogen
Komplikasi : miokarditis, pembesaran kelenjar limfe, submandibula septicemia


(Iskandar N, 1993)
Manifestasi Kinik
Menurut Megantara, Imam 2006
Gejalanya berupa nyeri tenggorokan (yang semakin parah jika penderita menelan) nyeri seringkali dirasakan ditelinga (karena tenggorokan dan telinga memiliki persyarafan yang sama).
Gejala lain :
Demam
Tidak enak badan
Sakit kepala
Muntah
Menurut Mansjoer, A (1999) gejala tonsilitis antara lain :
Pasien mengeluh ada penghalang di tenggorokan
Tenggorokan terasa kering
Persarafan bau
Pada pemeriksaan tonsil membesar dengan permukaan tidak rata, kriptus membesar dan terisi detritus
Tidak nafsu makan
Mudah lelah
Nyeri abdomen
Pucat
Letargi
Nyeri kepala
Disfagia (sakit saat menelan)
Mual dan muntah
Gejala pada tonsillitis akut :
Rasa gatal / kering di tenggorokan
Lesu
Nyeri sendi
Odinafagia
Anoreksia
Otalgia
Suara serak (bila laring terkena)
Tonsil membengkak
Menurut Smelizer, Suzanne (2000)
Gejala yang timbul sakit tenggorokan, demam, ngorok, dan kesulitan menelan.
Menurut Hembing, (2002) :
Dimulai dengan sakit tenggorokan yang ringan hingga menjadi parah, sakit saat menelan, kadang-kadang muntah.
Tonsil bengkak, panas, gatal, sakit pada otot dan sendi, nyeri pada seluruh badan, kedinginan, sakit kepala dan sakit pada telinga.
Pada tonsilitis dapat mengakibatkan kekambuhan sakit tenggorokan dan keluar nanah pada lekukan tonsil.
Pemeriksaan Penunjang menurut Firman S (2006), yaitu :
Tes Laboratorium
Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gru A, karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan demam jengkering.
Pemeriksaan penunjang
Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
Terapi
Dengan menggunakan antibiotic spectrum lebar dan sulfonamide, antipiretik, dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
Komplikasi
Komplikasi tonsilitis akut dan kronik menurut Mansjoer, A (1999), yaitu :
Abses pertonsil
Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus group A.
Otitis media akut
Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
Mastoiditis akut
Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel mastoid.
Laringitis
Sinusitis
Rhinitis
Penatalaksanaan / Pengobatan
Penatalaksanaan tonsilitis secara umum, menurut Firman S, 2006 :
Jika penyebabnya bakteri, diberikan antibiotik peroral (melalui mulut) selama 10 hari, jika mengalami kesulitan menelan, bisa diberikan dalam bentuk suntikan.
Pengangkatan tonsil (tonsilektomi) dilakukan jika :
Tonsilitis terjadi sebanyak 7 kali atau lebih / tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 5 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 2 tahun.
Tonsilitis terjadi sebanyak 3 kali atau lebih / tahun dalam kurun waktu 3 tahun.
Tonsilitis tidak memberikan respon terhadap pemberian antibiotik.
Menurut Mansjoer, A (1999) penatalaksanan tonsillitis adalah :
Penatalaksanaan tonsilitis akut
Antibiotik golongan penicilin atau sulfanamid selama 5 hari dan obat kumur atau obat isap dengan desinfektan, bila alergi dengan diberikan eritromisin atau klindomisin.
Antibiotik yang adekuat untuk mencegah infeksi sekunder, kortikosteroid untuk mengurangi edema pada laring dan obat simptomatik.
Pasien diisolasi karena menular, tirah baring, untuk menghindari komplikasi kantung selama 2-3 minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3x negatif.
Pemberian antipiretik.
Penatalaksanaan tonsilitis kronik
Terapi lokal untuk hygiene mulut dengan obat kumur / hisap.
Terapi radikal dengan tonsilektomi bila terapi medikamentosa atau terapi konservatif tidak berhasil.
Tonsilektomi menurut Firman S (2006), yaitu :
Perawatan Prabedah
Diberikan sedasi dan premedikasi, selain itu pasien juga harus dipuasakan, membebaskan anak dari infeksi pernafasan bagian atas.
Teknik Pembedahan
Anestesi umum selalu diberikan sebelum pembedahan, pasien diposisikan terlentang dengan kepala sedikit direndahkan dan leher dalam keadaan ekstensi mulut ditahan terbuka dengan suatu penutup dan lidah didorong keluar dari jalan. Penyedotan harus dapat diperoleh untuk mencegah inflamasi dari darah. Tonsil diangkat dengan diseksi / quillotine.
Metode apapun yang digunakan penting untuk mengangkat tonsil secara lengkap. Perdarahan dikendalikan dengan menginsersi suatu pak kasa ke dalam ruang post nasal yang harus diangkat setelah pembedahan. Perdarahan yang berlanjut dapat ditangani dengan mengadakan ligasi pembuluh darah pada dasar tonsil.
Perawatan Paska-bedah
Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
Memantau tanda-tanda perdarahan
Menelan berulang
Muntah darah segar
Peningkatan denyut nadi pada saat tidur
Diet
Memberikan cairan bila muntah telah reda
Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih nyaman dari ada kepingan kecil).
Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
Menawarkan makanan
Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati pada pagi hari setelah perdarahan.
Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu selama 1 minggu.
Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan.
Minum 2-3 liter/hari sampai bau mulut hilang.
Mengajari pasien mengenal hal berikut
Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung segera selama 1-2 minggu.
Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-8 setelah operasi.
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN TONSILITIS
Pengkajian
Focus pengkajian menurut Firman S (2006), yaitu :
Wawancara
Kaji adanya riwayat penyakit sebelumnya (tonsillitis)
Apakah pengobatan adekuat
Kapan gejala itu muncul
Apakah mempunyai kebiasaan merokok
Bagaimana pola makannya
Apakah rutin / rajin membersihkan mulut
Pemeriksaan fisik
Data dasar pengkajian menurut Doengoes, (1999), yaitu :
Intergritas Ego
Gejala : Perasaan takut
Khawatir bila pembedahan mempengaruhi hubungan keluarga, kemampuan kerja, dan keuangan.
Tanda : ansietas, depresi, menolak.
Makanan / Cairan
Gejala : Kesulitan menelan
Tanda : Kesulitan menelan, mudah terdesak, inflamasi, kebersihan gigi buruk.
Hygiene
Tanda : Kesulitan menelan
Nyeri / Keamanan
Tanda : Gelisah, perilaku berhati-bati
Gejala : Sakit tenggorokan kronis, penyebaran nyeri ke telinga
Pernapasan
Gejala : Riwayat merokok / mengunyah tembakau, bekerja dengan serbuk kayu, debu.
Hasil pemerisaan fisik secara umum di dapat :
Pembesaran tonsil dan hiperemis
Letargi
Kesulitan menelan
Demam
Nyeri tenggorokan
Kebersihan mulut buruk
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan usap tenggorok
Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan. Dengan melakukan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebab dan obat yang masih sensitif terhadapnya.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
Pre Operasi
Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
Post Operasi
Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
Kurang pengetahuan tentang diet berhubungan dengan kurang informasi.
Intervensi
Pre Operasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi.
NOC : Perawatan Diri : Makan
Tujuan : Setelah dlakukan tindakan keperawatan terapi menelan selama 3 x24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam makan dengan skala 4 sehingga kerusakan menelan dapat diatasi
Kriteria hasil :
Reflek makan
Tidak tersedak saat makan
Tidak batuk saat menelan
Usaha menelan secara normal
Menelan dengan nyaman
Skala : 1. Sangat bermasalah
2. Cukup bermasalah
3. Masalah sedang
4. Sedikit bermasalah
5. Tidak ada masalah
NIC : Terapi menelan
Intervensi :
Pantau gerakan lidah klien saat menelan
Hindari penggunaan sedotan minuman
Bantu pasien untuk memposisikan kepala fleksi ke depan untuk menyiapkan menelan.
Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan dan penenangan pasien selama makan / minum obat.

Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
NOC : Kontrol Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Mengenali faktor penyebab.
Mengenali serangan nyeri.
Tindakan pertolongan non analgetik
Mengenali gejala nyeri
Melaporkan kontrol nyeri
Skala : 1. Ekstream
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak Ada
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
Berikan analgesik yang sesuai.
Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
Anjurkan pasien untuk istirahat.
Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
NOC : Fluid balance
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nutrisi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah nutrisi dengan skala 4 sehingga ketidak seimbangan nutrisi dapat teratasi
Kriteria hasil :
Adanya peningkatan BB sesuai tujuan
BB ideal sesuai tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Manajemen nutrisi
Berikan makanan yang terpilih
Kaji kemampuan klien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Berikan makanan sedikit tapi sering
Berikan makanan selagi hangat dan dalam bentuk menarik.
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
NOC : Termoregulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan fever treatment selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dalam suhu tubuh dengan skala 4 sehingga suhu tubuh kembali normal atau turun.
Kriteria hasil :
Suhu tubuh dalam rentang normal
Suhu kulit dalam batas normal
Nadi dan pernafasan dalam batas normal.
Skala : 1. Ekstrem
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada
NIC : Fever Treatment
Monitor suhu sesering mungkin
Monitor warna, dan suhu kulit
Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
Monitor intake dan output
Berikan pengobatan untuk mengatasi penyebab demam.
Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
NOC : Kontrol Cemas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengurangan cemas selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kecemasan dengan skala 4 sehingga rasa cemas dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Ansietas berkurang
Monitor intensitas kecemasan
Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn
Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang-kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Pengurangan Cemas
Sediakan informasi yang sesungguhnya meliputi diagnosis, treatmen dan prognosis.
Tenangkan anak / pasien.
Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan. (takhikardi, eskpresi cemas non verbal)
Berikan pengobatan untuk menurunkan cemas dengan cara yang tepat.
Instruksikan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
Post Operasi
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
NOC : Level Nyeri
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan manejemen nyeri selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah tentang nyeri dengan skala 4 sehingga nyeri dapat hilang atau berkurang
Kriteria hasil :
Melaporkan nyeri
Frekuensi nyeri.
Lamanya nyeri
Ekspresi wajah terhadap nyeri
Skala : 1. Tidak pernah dilakukan
2. Jarang dilakukan
3. Kadang dilakukan
4. Sering dilakukan
5. Selalu dilakukan
NIC : Menejemen Nyeri
Intervensi :
Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Ajarkan teknik non farmakologi dengan distraksi / latihan nafas dalam.
Berikan analgesik yang sesuai.
Observasi reaksi non verbal dari ketidanyamanan.
Tingkatkan istirahat pasien.
Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
NOC: Kontrol Infeksi
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan kontrol infeksi selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada infeksi dengan skala 4 sehingga resiko infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil:
Dapat memonitor faktor resiko
Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko
Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi.
Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko.
Keterangan Skala :
Tidak pernah menunjukkan
Jarang menunjukkan
Kadang menunjukkan
Sering menunjukkan
Selalu menunjukkan
NIC: Kontrol Infeksi
Ajarkan teknik mencuci tangan dengan benar.
Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan.
Lakukan perawatan aseptik pada semua jalur IV.
Lakukan teknik perawatan luka yang tepat.
Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang mengenal informasi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan pengajaran pengobatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak ada masalah dengan kurang pengetahuan dengan skala 4 sehingga pengetahuan pasien dan keluarga dapat bertambah
NOC : Knowledge: Diet
Menyebutkan keuntungan dan diet yang
Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan
Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang.
Ket: 1 : Tidak mengetahui
2 : Terbatas pengetahuannya
3 : Sedikit mengetahui
4 : Banyak pengetahuannya
5 : Intensif atau mengetahuinya secara kompleks
NIC : Pengajaran Pengobatan
Jelaskan kepada anak dan orang tua tentang tujuan obat.
Informasikan kepada anak akibat tidak minum obat.
Ajarkan anak untuk minum obat sesuai dnegan dosis.
Informasikan kepada anak dan keluarga tentang efek samping
Evaluasi
Dx 1 : Kerusakan menelan berhubungan dengan proses inflamasi. Skala
Reflek makan 4
Tidak tersedak saat makan 4
Tidak batuk saat menelan 4
Usaha menelan secara normal 4
Menelan dengan nyaman 4
Dx 2 : Nyeri akut berhubungan dengan pembengkakan jaringan tonsil.
Mengenali faktor penyebab. 4
Mengenali serangan nyeri. 4
Tindakan pertolongan non analgetik 4
Mengenali gejala nyeri 4
Melaporkan kontrol nyeri 4
Dx 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Adanya peningkatan BB sesuai tujuan 4
BB ideal sesuai tinggi badan 4
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi 4
Tidak ada tanda-tanda malnutrisi. 4
Dx 4: Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Suhu tubuh dalam rentang normal 4
Suhu kulit dalam batas normal 4
Nadi dan pernafasan dalam batas normal 4
Dx 5: Cemas berhubungan dengan rasa tidak nyaman
Ansietas berkurang 4
Monitor intensitas kecemasan 4
Mencari informasi untuk menurunkan kecemasn 4
Memanifestasi perilaku akibat kecemasan tidak ada 4
Dx 6 : Nyeri akut berhubungan dengan insisi bedah, diskontinuitas jaringan.
Melaporkan nyeri 4
Frekuensi nyeri. 4
Lamanya nyeri 4
Ekspresi wajah terhadap nyeri 4
Dx 7 : Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif.
Dapat memonitor faktor resiko 4
Dapat memonitor perilaku individu yang menjadi faktor resiko 4
Mengembangkan keefektifan strategi untuk mengendalikan infeksi 4
Memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi faktor resiko 4
Dx 8 : Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
Menyebutkan keuntungan dan diet yang baik 4
Menyebutkan makanan-makanan yang diperbolehkan 4
Menyebutkan makanan-makanan yang dilarang 4

DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. BOISE Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn D. 1999. Rencana Asuhan Keparawatan. Jakarta:EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta:Media Aeus Calpius.
Ngastiyah. 1997. Perawatan anak Sakit. Jakarta:EGC.
Pracy R, dkk.1985. Pelajaran Ringkasan Telinga hidung Tenggorokan. Jakarta:Gramedia.
Price, Silvia.1995.Patofisiologi Konsep Klinis Proses PenyakitJakarta:EGC.
Wilkinson, Judith.2000.Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria hasil NOC Edisi 7.Jakarta:EGC.
http://www.medicastore.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://fkui.firmansriyono.org.com diakses tanggal 12 Juni 2008.
http://imammegantara.blogspot.com diakses tanggal 12 Juni 2008
LAPORAN PENDAHULUAN
ANAK DENGAN
SINDROM NEFROTIK


















A. PENGERTIAN
1. Merupakan kumpulan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomerular yang terjadi pada anak dengan karkteristik, proteinuria, hypoalbuminemia, hyperlipidemia, dan edema.
2. Status kedaan klinis yang ditandai dengan peningkatan permeabilitas membran glomerulus terhadap protein, yang mengakibatkan kehilangan protein urinarius yang massif.
3. Merupakan proses akut masif yang ditandai oleh:
a. Peningkatan protein dalam urin
b. Hypoalbuminemia
c. Edema
d. Serum kolesterol yang tinggi dan Lipoprotein densitas rendah (Hipolipidemia)

Kerusakan membran kapiler glomerulus

Peningkatan permeabilitas glomerulus
4. Sindrom Nefrotik ditandai oleh proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperlipidemia. Insiden tertinggi pada usia 3-4 tahun, rasio lelaki dan perempuan 2:1 (Kapita Selekta Kedokteran, 2000:488)
5. Sekumpulan manifestasi klinis yang ditandai oleh proteinuria masif (> 3,5 g/1,73m2 luas permukaan tubuh per hari), hipoalbuminemia (< 3 d/dl) edema, hiperlipidemia, lipiduria, hiperkoagulabilitas (www.google.com, blog dokter, Carta A. Gunawan)
6. Keadaan dimana terjadi ganggun pada system filtrasi ginjal, yaitu terutama pada glomerulusnya. Dalam keadaan normal glomeruli ginjal berfungsi melakukan filtrasi terhadap protein yang akan dikeluarkn oleh air seni. (http://id.wikipedia.org/wiki/Nefrotik Syndrom)

B. ETIOLOGI
Berdasarkan etiologinya Sindrom Nefrotik dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Primer / Idiopatik
a. Yang berhubungan dengan kelainan primer glomerulus dengn sebab tidak diketahui.
b. Banyak terjadi pada usia sekolah (74% pada usia 2 – 7 tahun)
c. Pria dan wanita 2 : 1
d. Diawali dengan infeksi virus pada saluran nafas atas.
2. Sekunder
a. Disebabkan oleh kerusakan glomerulus (akut/kronik) karena penyakit tertentu.
b. Karena infeksi, keganasan, obat-obtan, penyakit multisistem dan jaringan ikat, reaksi alergi, bahan kimia, penyakit metabolik, penyakit kolagen, toksin, transplantasi ginjal, trombosis vena renalis, stenosis arteri renalis, obesitas masif, glomerulonefritis akut/kronis.
c. Banyak terjadi pada anak dengan penurunan daya tahan tubuh/ gangguan imunitas, respon alergi, glomerulonefritis. Dikaitkan dengan respon imun (abnormal immunoglobulin)
d. Pada orang dewasa SN skunder terbanyak disebabkan oleh dibetes melitus
3. Kongenital
a. Diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal
b. Herediter Resisten gen
c. Tidak resisten terhadap terapi malalui Transplantasi Ginjal
Beberapa penyakit yang dapat secara spesifik menyebabkan rusaknya glomeruli ginjal dan sering mengakibatkan timbulnya proteinuria tentunya mempercepat timbulnya Nefrotik syndrome:
a. Amiloidosis
b. Congenital nephrosis
c. Focal segmental glomerular sclerosis (FSGS)
Terjadi kerusakan pada jaringan glomeruli, sehingga merusak membran pelindung protein
d. Glomerulonephritis (GN)
e. IgA nephropathy (Berger's disease)
f. Minimal change disease (Nil's disease)
g. Pre-eclampsia
Terjadinya Sindroma Nefrotik juga tergantung usia kejadiannya:
a. Usia kurang dari 1 tahun
Congenital nephrosis
b. Usia kurang dari 15 tahun
Minimal change disease
FSGS atau yang lainnya
c. Usia 15 sampai 40 tahun
Minimal change disease
FSGS atau yang lainnya.

C. PATOFISIOLOGI
1. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler glomerular (kebocoran glomerulus) akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian akan terjadi Proteinuria.
2. Perubahan integritas membrana basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma dan protein utama yang
diekskresikan dalam urin adalah albumin, sehingga menyebabkan Hypoalbuminemia
3. Dengan menurunnya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan intravascular perpindah kedalam interstisial. Perpindahan cairan tersebut menjadikan volume cairan intravascular berkurang, sehingga menurunkan jumlah aliran darah ke renal karena hypovolemi. Menurunnya aliran darah ke renal, ginjal akan melakukan kompensasi dengan merangsang produksi renin-angiotensin dan peningkatan sekresi antidiuretik hormone (ADH) dan sekresi aldesteron yang kemudian terjadi retensi natrium dan air. Dengan retensi natrium dan air, serta menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan akan menyebabkan Edema.
4. Terjadi peningkatan kolesterol dan triglicerida serum akibat dari peningkatan stimulasi produksi lipoprotein Karena penurunan plasma albumin atau penurunan onkotik plasma, sehingga menyebabkan Hyperlipidemia.
5. Adanya Hyperlipidemia juga akibat dari meningkatnya produksi lipoprotein dalam hati yang timbul oleh karena kompensasi hilangnya protein, dan lemak akan banyak dalam urin, Lemak bebas (oval fat bodies) sering ditemukan pada
sedimen urin (Lipiduria). Sumber lemak ini berasal dari filtrat lipoprotein melalui membrana basalis glomerulus yang permeable
6 Menurunnya respon imun karena sel imun tertekan, kemungkinn disebabkan oleh karena hypoalbuminemia, hyperlipidemia atua defisiensi seng. Hal ini menyebabkan kerentanan terhadap infeksi






E. MANIFESTASI KLINIS
Normalnya, protein akan dibuang melalui urine sebanyak 150mg dalam waktu 24 jam. Sedangkan pada keadaan nefrotik, mengalami proteinuria, yaitu protein yang dikeluarkan melalui urine jauh melebihi normal yaitu diatas 3,5 gram selama periode waktu 24 jam, atau 25 kali dari batas normal. Ini adalah indikator utama Sindroma Nefrotik.
Terdapat 3 gejala dari sindrom nefrotik yang berhubungan dengan banyaknya
protein yang keluar melalui urine:
1. Hypoalbuminemia (rendahnya kadar albumin dalam darah)
2. Edema
3. Hiperkolesterolemia (tingginya kadar kolesterol dalam darah)
Hipoalbuminemia
Adalah rendahnya kadar albumin (protein) didalam darah akibat dari proteinuria. Rendahnya albumin didalam darah menyebabkan mudahnya cairan tubuh keluar dari jaringan dan mengakibatkan edema. Dengan perpindahan volume plasma ke rongga ketiga dapat terjadi syok, bila edema berat dapat timbul dispnoe akibat efusi pleura. Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbotal dan oliguria. Dalam beberapa hari edema semakin jelas dan menjadi anarsaka.
Edema akibat nefrotik membuat jaringan bengkak, dan bila dilakukan penekanan tidak cepat kembali ke keadaan semula. Edema umumnya terjadi pada kaki dan pergelangan kaki.terlebih bila berdiri dalam waktu yang lama. Hal ini menyebabkan perasaan berat serta dingin pada extremitas dan mempengaruhi gerakan. Pada stadium lanjut, edema bisa terjadi di perut atau abdomen yang biasa disebut asites dan dinding perut sangat tegang, serta edema di tangan dan sekitar lingkar mata pada pagi hari yang disebut edema preorbital. Pada stadium keadaan yang lebih lanjut lagi terjadi pembengkakan jaringan seluruh tubuh (edema anasarka) serta akan menimbulkan peningkatan berat badan, anorexia, penurunan nafsu makan, fatigue, nyeri abdomen,malaise ringan, mual, muntah, sesak nafas .

Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol dalam darah, hal ini disebabkan karena terdapat enzim penting yang mengatur kadar kolesterol yang dipengaruhi oleh glomeruli ginjal, sehingga akibatnya terjadi peningkatan kadar kolesterol.

F. KOMPLIKASI
Sindroma nefrotik berhubungan dengan gagal ginjal. Penyakit yang disebabkan karena nefrotik sindrome dapat menyebabkan glomeruli ginjal rusak dan tentunya dapat mempengaruhi kemampuan untuk membersihkan darah. Edema yang awalnya terjadi di daerah kaki, tentunya dapat juga mempengaruhi (terjadi edema) jaringan ginjalnya sendiri dan mempengaruhi kemampuan ginjal untuk membersihkan darah. Gagal ginjal dapat berupa CRF (cronic renal failure) atau ARF (Acute renal failure).
Hiperkoagulasi, yaitu keadaan dimana darah cepat menjadi beku. Ini artinya mereka memiliki risiko tinggi terjadi bekuan darah di vena-vena kaki dan vena ginjal yang mengangkut darah dari ginjal. Banyak pasien yang mendapatkan obat pengencer darah untuk menghindari komplikasi. Berikut beberpa komplikasi yang dapat terjadi :
1. Hypovolemia berat
2. Infeksi skunder ( Pnemococcus, Bronkopnemonia, Peritonitis)
3. Dehidrasi
4. Proteinuria berat
5. Ganggun koagulasi (Venous Trhombosis, Emboli pulmoner, syok)
6. Malnutrisi (Hypoalbunemia berat dan berlangsung lama )
7. Gagal ginjal akut ( penurunan fungsi ginjal yang irreversible )
8. Peningkatan terjadinya aterosklerosis, peningkatan serum kolesterol total yang berlangsung lama dan tidak terkontrol.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain proteinuria massif, sediment urin bisanya normal. Bila terjadi hematuria mikroskopik (>20 eritrosit/LPB) dicurigai adanya lesi glomerular (missal sclerosis glomerulus fokal). Albumin plasma darah dan lipid meningkat. IgM dapat meningkat, sedangkan IgG turun,. Komplemen serum normal dan tidak ada krioglobulin. Serta adanya tanda klinis pada anak, riwayat infeksi saluran nafas atas. Analis urin (meningkatnya protein dalam urine ), menurunnya serum protein serta Biopsi ginjal.

H. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yaitu dengan cara menghentikan kehilangan protein didalam urine, dan meningkatkan jumlah urine. Umumnya dokter akan memberikan obat prednison. Banyak anak-anak yang keadaannya membaik dengan pemberian obat ini. Prednison digunakan untuk menghentikan kehilangan protein dalam darah yang keluar melalui urine. Setelah 4 minggu terapi, umumnya anak sudah mulai lancar miksi. Bila urin lancar edemanya pun hilang. Bila sudah tidak ada protein dalam urine, dokter akan mulai menurunkan dosis prednison untuk beberapa minggu. Namun tidak pernah menghentikan pemakaian prednison. Jika obat ini dihentikan atau diberikan terlalu banyak atau terlalu sedikit, anak akan menderita sakit.
Suatu saat anak akan merasa sehat, namun suatu saat akan menderita lagi, setelah beberapa waktu ia merasa sehat. Sakit akan terjadi lagi saat pasien mengalami nifeksi virus, seperti saat flu atau demam.
Prednison adalah obat yang baik, tetapi memiliki banyak efek samping. Misalnya:
1. terasa lapar
2. badan menjadi gemuk
3. jerawat
4. perubahan mood (kadang sedih, kadang gembira)
5. overactive
6. mudah mengalami infeksi
7. terjadi pertumbuhan yang lambat
Efek samping akan tampak bila dosis prednison besar dan digunakan terus menerus, bila penggunaan dihentikan, semua efek samping akan hilang.
Jika prednison tidak dapat bekerja atau jika anak mengalami efek samping yang serius, dokter dapat mengganti dengan obat lain, yang disebut obat immunosuppresive. Obat ini menurunkan sistem immune tubuh. Banyak yang efektif dengan obat ini, namun tidak untuk semua anak. Dokter akan menjelaskan tentang baik buruknya penggunaan obat ini. Karena efek sampingnya adalah peningkatan kejadian infeksi, rambut rontok dan peningkatan produksi sel darah. Orang tua harus memperhatikan anak yang menggunakan obat ini karena dapat terjadi infeksi virus chicken pox. orang tua harus segera melaporkan ke dokter bila terkena infeksi chicken pox saat menggunakan obat ini.
Pasien juga biasanya diberikan diuretik. Obat ini membantu ginjal dalam mengatur fungsi pengeluaran garam dan air. Obat yang biasa digunakan adalah furosemid. Bila pasien mulai mengalami masalah mual atau diare, harus segera dilaporkan karena dikhawatirkan kehilangan cairan terlalu banyak. Bila protein sudah tidak ada didalam urine, diuretik harus dihentikan.
Pasien juga harus menjalani diit rendah natrium dan tinggi protein, serta menjalani tirah baring untuk meningkatkan diuresis. Cegah infeksi, antibiotic hanya diberikan bila ada infeksi. Pungsi asites maupun hidrotoraks dilakukan bila ada indikasi vital



I. PROGNOSIS
Kadang-kadang, bila nefrotik sindrom tidak memiliki gangguan spesifik, sebagian besar anak akan sembuh setelah mengalami sakit sekitar 10 tahun atau menjelang dewasa. Beberapa anak mengalami hanya satu serangan nefrotik sindrom. Bila pasien tidak mengalami serangan lagi selama tiga tahun, prognosisnya akan baik.
Banyak anak yang mengalami dua atau lebih serangan. Serangan lebih sering tejadi pada satu atau dua tahun pertama. Setelah 10 tahun, hanya satu dari lima anak yang akan mengalami serangan. Bila seorang anak mengalami beberapa kali serangan, sebagian besar dari mereka akan mengalami kerusakan ginjal permanen. Yang menjadi masalah besar adalah mengkontrol akumulasi cairan dengan menggunakan prednison dan diuretik. Prognosis baik bila penyakit memberikan respon yang baik terhadap kortikosteroid dan jarang terjadi relaps
















DAFTAR PUSTAKA

Habel, Alex. 1990. Segi Praktis Ilmu Penyakit Anak. Jakarta:Bina Rupa Aksara.

Jhonson, Marion, dkk. 1997. Iowa Outcomes Project Nursing Classification (NOC) Edisi 2. St Louis, Missouri : Mosby.

Mc Closkey, Joanner. 1996. Iowa Intervention Project Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 2. Westline Industrial Drive, St. Louis : Mosby.

Mansjoer A, Suprohaita, Wahyu IW, Wiwiek S, editor.2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit 2. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa keperawatan NANDA Definisi dan klasifikasi 2005-2006. Jakarta : Prima Medika.


Short Jhon R, Gray O, Jadodge.1994. Ikhtisar Penyakit Anak Edisi Ke Enam. Jakarta: Bina Rupa Aksara

___.1985. Buku Kulih 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak,Bagin Ilmu Kesehatan Anak FKUI.

Buku Panduan Handout Mata Kuliah Keperawatan Anak P. Wahyudi

www.google.com, blog dokter, Carta A. Gunawan

http://id.wikipedia.org/wiki/Nefrotik Syndrom

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DENGAN
SINDROM NEFROTIK

A. PENGKAJIAN
1. Riwayat Kesehatan
Riwayat penyakit yang lalu : Apakah mempunyai riwayat penyakit sistemik, DM, penyakit ginjal, dll
2. Pemeriksaan Fisik
Riwayat Sekarang
a. Pemeriksaan fisik fokus khususnya pada edema : Periorbital wajah dan anasarka
b. Monitor tanda-tanda vital dan deteksi infeksi dini atau hypovolemi
c. Status hidrasi : Diare, monitor adanya retensi cairan, intake dan output, urinalisis, output urin menurun.
d. Anoreksia, lemah
e. Peningkatan berat badan dan lingkar abdomen
f. Sesak nafas
g. Suhu meningkat
h. Albumin, monitor hasil laboratorium, dan pantau urin setiap hari, adanya protein
i. Pengkajian pengetahuan kelurga tentang kondisi dan pengobatan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi (edema) dan
Menurunnya tingkat aktivitas.
2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya gama globulin
3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d Medikasi diuretik, proteinuria, edema.
4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium dan retensi air,eningkatan permeabilitas dinding glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh
6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d Pembatasan cairan diit dan hilangnya protein
7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan
(hospitalisasi)
8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik b.d
Keterbatsan paparan informasi, kognisi dan tidak familiar dengan
sumber informasi

C. INTERVENSI
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi (edema) dan menurunnya tingkat aktivitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperwtan dihrapkan edem pasien berkurang atau hilang dn ktivitas pasien membaik dengan Kriteria Hasil sebagai berikut :
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik, edema berkurang.
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
NIC : Pressure Management
a. Anjurkan ibu pasien untuk mengenakan anaknya pakaian longgar
b. Hindari kerutan pada tempat tidur
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Oleskan lotion atau baby oil pada daerah yang tertekan
f. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
g. Monitor status nutrisi pasien
h. Memandikan pasien dengan sabun dan air hangat
2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya gamaglobulin
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan perawatan diharapkan infeksi dapat dicegah dengan Kriteria Hasil sebagai berikut :
NOC : Risk Control
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
b. Jumlah leukosit dalam batas normal
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi
NIC : Infection Protection
a. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
b. Monitor kerentanan terhadap infeksi
c. Batasi pengunjung
d. Saring pengunjung terhadap penyakit menular
e. Monitor hitung granulasi WBC
f. Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang berisiko
g. Berikan perawatan kulit pada adaerah epidemi
h. Inspeksi kulit dan membrane mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase.
i. Dorong masukan nutrisi yang cukup
j. Dorong istirahat
k. Instruksikan kepada pasien (keluarga) untuk meminum antibiotik sesuai resep
l. Anjurkan pada keluarga tanda dan gejala infeksi
m. Laporkan kecurigaan infeksi
n. Laporkan kultur positif.
3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d Medikasi efek diuretik, proteinuria, edema.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan cairan pasien dapat terpenuhi dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Fluid Balance
Hydration
Nutritional status : Food and Fliud Intake
a. Mempertahankan urin output sesuai dengan usia dan berat badan, BJ urin normal, HT normal
b. Vital sign dalam batas normal
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor baik, membrane mukosa lembab, tidak ada rasa haus ang berlebihan
NIC : Fluid Management
a. Timbang popok atau pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mukosa, nadi adekut, tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
d. Monitor vital sign
e. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
f. Kolaborasi pemberian cairan IV
g. Monitor status nutrisi
h. Dorong masukan oral
i. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
j. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
k. Kolaborasi medis/dokter jika cairan berlebihan muncul memburuk
l. Atur kemungkinan transfuse
4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium dan retensi air, peningkatan permeabilitas dinding glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan edema berkurang atau hilang dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Keseimbangan Cairan
a. Terbebas dari edema dan efusi anasarka
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnu atau ortopnue
c. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, output jantung dan vital sign dalam batas normal
d. Terbebas dari kecemasan, kelelahan dan kebingungan.
NIC : Fluid Management
a. Timbang popok atau pembalut jika diperlukan
b. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
c. Pasang urin kateter jika diperlukan
d. Monitor hasil laboratorium yang sesuai dengan retensi cairan (BUN, HMT )
e. Monitor status hemodinamika
f. Monitor vital sign
g. Monitor indikasi retensi atau kelebihan cairan (edema, asites, distensi vena leher )
h. Kaji kalori dan luas edema
i. Monitor masukan makanan/cairan dan hitung intake kalori harian
j. Monitor status nutrisi
k. Berikan diuretic sesuai instruksi
l. Batasi masukan cairan pada keadaan hiponatremia dilusi dengan serum natrium < 130 mEq/l
m. Kolaborasi medis/dokter jika cairan berlebihan muncul memburuk

5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh, fatigue
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan aktifitas seperti biasa dan pasien dapat pulih dari kelemahan dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Konservasi Energi
a. Istirahat dan aktivitas seimbang
b. Tidur siang
c. Mengetahui keterbatasan energinya
d. Mengubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi
e. Menggunakan teknik konservasi energi
NIC : Terapi aktivitas
a. Menentukan penyebab intoleransi aktivitas (fisik, psikologis, emosional)
b. Berikan periode aktivitas selama beraktivitas
c. Pantau respon kardiopulmonal setelah melakukan aktivitas dan sebelum melakukan aktivitas
d. Minimalkan kerja kardiovaskular dengan memberi posisi dari tidur keposisi setengah duduk
e. Kolaborsikan dengan tenaga rehabilitasi medik dalam merencanakan program terapi yang tepat
f. Bantu kelg untuk mengidentifikasikan aktivitas yang mampu dilakukan
g. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik, psikologis dan social.
h. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
i. Bantu pasien atau keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
j. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d Pembatasan cairan diit dan hilangnya protein
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Nutritional Status : Nutrient Intake
a. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
c. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC : Nutritional Management
a. Kaji adanya alergi makanan
b. Kolaborsi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
c. Anjurkan kelg untuk meningkatkan intake protein, Fe dan vitamin C
d. Berikan substansi gula
e. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
f. Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
g. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
h. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan.

7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan dan lingkungan (hospitalisasi)
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat tenang tidak cemas dengan criteria hasil sebagai berikut :

NOC : Koping
Anxiety Control
a. Vital sign dalam batas normal
b. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan
c. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
NIC : Anxiety Reduction
a. Gunakan pendekatan yang menenangkan
b. Pahami perspektif pasien tehadap situasi stress
c. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
d. Dorong kelurga untuk menemani anak
e. Lakukan back / neck rub
f. Dengarkan dengan penuh perhatian
g. Identifikasi tingkat kecemasan
h. Bantu klien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom nefrotik b.d keterbatasan paparan informasi, kognisi dan tidak familiar dengan sumber informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kelurga tahu tentang penyakit anaknya dengan criteria hasil sebagai berikut :
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator
a. Familiar dengan proses penyakit
b. Mendiskripsikan proses penyakit
c. Mendiskripsikan factor penyebab
d. Mendiskripsikan factor resiko
e. Mendiskripsikan efek penyakit
f. Mendiskripsikan tanda dan gejala
g. Mendiskripsikan tindakan pencegahan untuk mencegah komplikasi
NIC : Mengajarkan Proses Penyakit
a. Menentukan tingkat kemampuan keluarga sebelumnya
b. Mengobservasi kesiapan keluarga untuk mendengarkan
c. Menjelaskan proses penyakit (pengertian, etiologi, tanda dan gejala), trnsmisi dan efek jangka panjang
d. Diskusikan perubahan gaya hidup yang bisa untuk mencegah komplikasi atau mengontrol proses penyakit
e. Diskusikan tentang pilihan terapi atau perawatan
f. Jelaskan secara rasional tentang pengelolaan terapi atau perawatan yang dianjurkan
g. Ajarkan perawatan pasien dengan sindrom nefrotik pada keluarga

D. EVALUASI
Skala
1. DX1 : Kerusakan integritas kulit b.d Perubahan sirkulasi
(edema) dan Menurunnya tingkat aktivitas.
NOC : Tissue integrity : Skin and mucous membranes
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan 5
(sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka atau lesi pada kulit 5
c. Perfusi jaringan baik, edema berkurang. 5
d. Menunjukkan pemahaman dalam proses 5
perbaikan kulit dan mencegah terjadinya cedera berulang
e. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan 5
kelembaban kulit dan perawatan alami




2. DX2 : Risiko infeksi b.d Imunosupresive dan hilangnya
gama globulin
NOC : Risk Control
a. Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi 5
b. Jumlah leukosit dalam batas normal 5
c. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah terjadinya infeksi 5

3. DX3 : Risiko kekurangan volume cairan (intravaskular) b.d
Medikasi efek diuretik, proteinuria, edema.
NOC : Fluid Balance
Hydration
Nutritional status : Food and Fliud Intake
a. Mempertahankan urin output sesuai dengan 5
usia dan berat badan, BJ urin normal, HT normal
b. Vital sign dalam batas normal 5
c. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas 5
turgor baik, membrane mukosa lembab,
tidak ada rasa haus ang berlebihan

4. DX4 : Kelebihan volume cairan b.d Kelebihan intake sodium
dan retensi air, peningkatan permeabilitas dinding
glomerulus dan perubahan mekanisme regulasi
NOC : Keseimbangan Cairan
a. Terbebas dari edema dan efusi anasarka 5
b. Bunyi nafas bersih, tidak ada dyspnu atau ortopnue 5
c. Memelihara tekanan vena sentral, tekanan kapiler paru, 5
output jantung dan vital sign dalam batas normal
d. Terbebas dari kecemasan, kelelahan dan kebingungan. 5

5. DX5 : Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan secara menyeluruh
NOC : Konservasi Energi
a. Istirahat dan aktivitas seimbang 5
b. Tidur siang 5
c. Mengetahui keterbatasan energinya 5
d. Mengubah gaya hidup sesuai dengan tingkat energi 5
e. Menggunakan teknik konservasi energi 5

6. DX6 : Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan b.d
Pembatasan cairan diit dan hilangnya protein
NOC : Nutritional Status : Nutrient Intake
a. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan 5
b. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 5
c. Menunjukkan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan 5
d. Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti 5

7. DX7 : Cemas b.d Perubahan dalam status kesehatan
dan lingkungan (hospitalisasi)
NOC : Koping
Anxiety Control
a. Vital sign dalam batas normal 5
b. Postur tubuh ekspresi wajah, bahasa tubuh dan 5
tingkat aktivitas menunjukan berkurangnya kecemasan
c. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala 5
cemas




8. DX8 : Kurang pengetahuan tentang penyakit sindrom
nefrotik b.d Keterbatasan paparan informasi,
kognisi dan tidak familiardengan sumber informasi
NOC : Pengetahuan tentang proses penyakit
Indicator
a. Familiar dengan proses penyakit 5
b. Mendiskripsikan proses penyakit 5
c. Mendiskripsikan factor penyebab 5
d. Mendiskripsikan factor resiko 5
e. Mendiskripsikan efek penyakit 5
f. Mendiskripsikan tanda dan gejala 5
g. Mendiskripsikan perjalanan penyakit 5
h. Mendiskripsikan tindakan pencegahan 5
untuk mencegah komplikasi

Keterangan Skala :
DX2, DX5, DX7, DX8
1 : Tidak dilakukan sama sekali
2 : Jarang dilakukan
3 : Kadang dilakukan
4 : Sering dilakukan
5 : Selalu dilakukan
DX1, DX3, DX4, DX6
1 : Tidak pernah menunjukan
2 : Jarang menunjukan
3 : Kadang menunjukan
4 : Sering menunjukan
5 : Selalu menunjukan